Kredit korporasi tumbuh 18,45 persen. Memang ini menunjukkan pertumbuhan setelah Pemilu (Pemilu 2024). ....

Batam (ANTARA) - Kredit korporasi perbankan hingga April 2024 mencatatkan pertumbuhan signifikan hingga 18,45 persen secara tahunan (yoy) yang menunjukkan pemulihan investasi dan pengeluaran korporasi untuk menopang pertumbuhan bisnis setelah masa Pemilu 2024, menurut Otoritas Jasa Keuangan.

"Kredit korporasi tumbuh 18,45 persen. Memang ini menunjukkan pertumbuhan setelah Pemilu (Pemilu 2024). Pembelian barang, pengeluaran modal ini terlihat dari naiknya kredit korporasi " kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dalam FGD dengan Redaktur Media Massa di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu.

Pertumbuhan kredit korporasi yang sebesar 18,45 persen ini lebih besar dibanding pencapaian pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang sebesar 13,09 persen.

Mirza mengatakan selain kenaikan kredit korporasi, kredit konsumsi juga bertumbuh 10,34 persen pada April 2024.

Baca juga: BI terapkan kebijakan insentif likuiditas pacu pertumbuhan kredit

Jika melihat pertumbuhan kredit secara keseluruhan, peningkatan fungsi intermediasi perbankan pada April 2024 yang sebesar 13,09 persen menunjukkan pertumbuhan dibanding Maret 2024 yang bertumbuh 12,4 persen.

Secara nominal, kredit perbankan pada April 2024 bertambah Rp66,05 triliun atau naik 0,91 persen secara bulanan (month to month/mtm), dengan pendorong kredit modal kerja yang bertumbuh 13,25 persen (yoy) atau bertambah Rp45,88 triliun.

Secara sektoral, pertumbuhan kredit di sektor pertambangan dan transportasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yakni masing-masing 10,67 persen dan 10,44 persen.

Mirza memaparkan proyeksi perekonomian di sisa tahun masih dibayangi ketidakpastian dari dinamika ekonomi global.

Baca juga: CBI: pertumbuhan kredit berperan vital tingkatkan ekonomi pasca pemilu

Likuiditas di pasar keuangan global, kata Mirza, masih ketat seiring dinamika tren pergerakan suku bunga, sehingga turbulensi berpotensi masih sering terjadi.

Pertumbuhan ekonomi global cenderung "sideways" dengan divergensi yang tinggi, dan inflasi di AS yang persisten, risiko stagflasi di Eropa dan perlambatan ekonomi China.


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024