Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah diminta segera mengkaji ulang pemberian fasilitas pembebasan bea masuk bagi impor sebanyak 518.000 ton gula kristal mentah (raw sugar) yang dilakukan empat perusahaan yang telah ditunjuk pemerintah. Pengamat pergulaan yang juga Wakil Sekjen Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi), Adig Suwandi, di Surabaya, Senin, mengatakan fasilitas pembebasan bea masuk gula untuk industri makanan dan minuman itu dikhawatirkan bisa disalahgunakan dan mempengaruhi harga gula lokal di dalam negeri. "Kalau sampai ada sebagian gula rafinasi, khususnya grade-3 (R-3) yang tidak terserap industri makanan dan minuman, kemudian dilepas ke pasar umum sebagai gula konsumsi, jelas akan menjadi kompetitor yang tidak sehat terhadap gula lokal," katanya. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomer 240/KMK.010/2006 tertanggal 9 Mei 2006, pemerintah telah menyetujui impor sebanyak 518.000 ton raw sugar dan menetapkan empat perusahaan sebagai importernya. Sesuai aturan, raw sugar dari luar negeri yang masuk ke Indonesia dikenakan bea masuk Rp250, sedangkan "white sugar" (gula kristal putih) Rp530 per kilogram. Menurut Adig, industri gula rafinasi lebih senang mengimpor gula rafinasi secara langsung dengan alasan kualitas lebih baik dan harga jauh lebih murah, dibanding produk rafinasi lokal. "Ada kemungkinan, jatuhnya harga gula lokal dalam sebulan terakhir, juga disebabkan masuknya gula rafinasi ke pasaran umum," tambahnya. Associated Corporate Secretary PTPN XI ini mengungkapkan harga gula di tingkat produsen pekan lalu hanya mencapai Rp5.001 per kilogram, menurun dibanding dua pekan sebelumnya yang masih diatas kisaran Rp5.100 per kilogram. Akibat anjloknya harga tersebut, PTPN XI memutuskan tidak melepas sekitar 7.500 ton gula dalam kegiatan lelang terbuka pekan lalu. Hal sama juga pernah dilakukan salah satu produsen gula nasional tersebut beberapa waktu lalu. "Selain bertentangan dengan semangat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak, pembebasan bea masuk impor raw sugar juga kontraproduktif terhadap program pemberdayaan industri gula nasional yang dicanangkan pemerintah. Fatalnya lagi, fasilitas bebas bea masuk itu dikeluarkan saat panen raya tebu dan musim giling," ujar Adig. Apalagi, sebelumnya pemerintah telah mengulirkan sejumlah kebijakan untuk memberdayakan industri gula nasional, seperti pengenaan tarif bea masuk atas gula impor, pembatasan impor secar ketat, harga dasar gula petani, dan bantuan langsung bagi petani yang bersedia melakukan rehabilitasi tanaman dengan dana APBN. Menurut ia, kalangan produsen gula nasional khawatir, apabila fasilitas pembebasan bea masuk tidak segera di-evaluasi atau dicabut, maka dampaknya terhadap daya saing industri gula nasional akan sangat terasa. "Ini juga bisa mengancam program percepatan swasembada gula yang ditargetkan pemerintah pada tahun 2009 mendatang. Selain itu, petani dipastikan tidak lagi termotivasi untuk tanam tebu," tegasnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006