Jadi Pledoi Indonesia Menggugat yang berbeda dibagi dalam 19 bagian. Diawali dengan uraian tentang imperialisme, diakhiri dengan marhaenisme. Sangat sistematis

Jakarta (ANTARA) - Sejarawan sekaligus Dekan FIB Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumoyoso menilai bahwa pidato pembelaan atau pledoi 'Indonesia Menggugat' Soekarno atau Bung Karno atas pemerintahan kolonial Belanda menyajikan pemikiran perbaikan nasib rakyat menjadi tugas bersama.

Hal itu disampaikan Bondan dalam peringatan Hari Lahir Bung Karno di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis.

Menurutnya, pledoi Indonesia Menggugat Bung Karno ini masih terngiang-ngiang di telinga setiap orang meski sudah hampir 100 tahun yang lalu.

Sebab, apa yang disampaikan oleh Bung Karno dalam pledoi untuk melawan imperialisme dan kolonialisme, justru menjadi relevan dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini.

"Walaupun sudah berlalu hampir 100 tahun yang lalu, tapi rasanya Bung Karno seperti berbicara lagi di telinga kita dan menggedor hati kita semua dengan argumen-argumen yang masih relevan hingga saat ini. Jadi perbaikan nasib rakyat Indonesia itu menjadi tugas bersama," tutur Bondan.

Bondan pun memuji pemikiran Bung Karno lewat pidato pembelaan atau pledoi Indonesia Menggugat. Di mana, pledoi itu dibuat di bawah tekanan pemerintahan kolonial saat di dalam penjara Banceuy di Bandung pada 1930.

Dia juga menyebut belum ada yang bisa menandingi pemikiran Bung Karno dalam pledoi 'Indonesia Menggugat'.

"Saya kira menyamakan tidak bisa. Karena memang ditulis dengan kedalaman dan satu pemahaman yang luar biasa. Dengan runtut dan sistematis, dengan mengambil referensi 60 orang penulis, saya hitung, dan tokoh-tokoh dunia yang cukup itu paling kurang. Jadi luar biasa," ujarnya

"Jadi Pledoi Indonesia Menggugat yang berbeda dibagi dalam 19 bagian. Diawali dengan uraian tentang imperialisme, diakhiri dengan marhaenisme. Sangat sistematis," sambung dia.

Dia juga menyebut pemikiran Bung Karno sangat runut dan sistematis. Bahkan, sebagai dampak dari imperialisme selama berabad-abad yang tersisa sebagai kekuatan bangsa Indonesia itu adalah tinggal kaum Marhaen.

"Yang memang itu juga diformulasikan oleh Bung Karno siapa kaum marhaen. Dan ini luar biasa. Selalu kali disederhanakan orang seolah-olah itu adalah tiruan dari pemikiran-pemikiran besar yang lain. Tapi Bung Karno tertumpu pada realitas yang ada dalam masyarakat Indonesia untuk melahirkan konsep kaum Marhaen," jelas Bondan.

Bondan juga mengajak seluruh peserta dan masyarakat untuk mendalami kembali pidato pembelaan atau Pledoi Indonesia Menggugat Bung Karno. Pasalnya, di sana dijelaskan bahwa akar dari penderitaan dan kemiskinan rakyat itu adalah sistem ekonomi yang tidak adil.

"Kalau kita lihat Pancasila, yang paling bermasalah adalah sila kelima Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menyebabkan munculnya sistem politik yang kita rasakan di Indonesia itu menindas," ucapnya.

Dia menambahkan pemikiran Bung Karno ini juga mengajarkan bahwa bangsa Indonesia akan dapat secara efektif tercapai jika mau berjuang di tengah-tengah rakyat dan bukan menggunakan nama rakyat, tetapi berjuang di tengah-tengah rakyat.

"Bersama-sama rakyat seperti yang dilakukan oleh Bung Karno dengan memajukan kepentingan perjuangan untuk rakyat Indonesia," pungkas Bondan.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024