Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn meminta pemerintah terbuka terhadap berbagai peraturan dan kebijakan menyangkut hajat hidup orang banyak khususnya mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Menurutnya, informasi yang terbuka membuat masyarakat paham terkait Tapera. Hal ini juga dinilai sebagai cara terbaik mengatasi kekisruhan dalam Tapera yang kerap menimbulkan pertanyaan di masyarakat.

"Kapan itu dibahas? Kapan kemudian diambil kebijakannya? Siapa yang hadir saat pembahasan itu? Apakah melibatkan publik, apakah melibatkan akademisi untuk mendapatkan kajian dan sebagainya. Itu informasinya boleh diminta dan didapatkan masyarakat," kata Vici dalam Diskusi Publik: Kupas Tuntas Transparansi Tapera di Wisma BSG, Jakarta, Rabu.

Dia menilai pemerintah juga harus mendengarkan aspirasi rakyat di tengah kesulitan yang ada. Sebab, para pekerja ada yang sudah memiliki rumah ataupun memilih tidak memiliki rumah.

"Apakah boleh untuk tidak menjadi anggota. Kemudian, terhadap masyarakat yang sudah punya rumah dan tidak memanfaatkan dana tersebut, apakah bisa menarik dana sewaktu-waktu atau harus menunggu sampai umur 58 tahun? Dan terakhir adalah bagaimana dengan para pekerja yang mengambil KPR dari institusi lainnya," ujarnya.

Selain itu, menurut Vici para menteri memiliki peran untuk menyampaikan dengan jelas terkait Tapera. Untuk itu, harus ada master plan Tapera dari awal sampai akhir.

Kemudian, Ia meminta masyarakat agar memanfaatkan haknya untuk mengetahui semua informasi yang ada di badan publik. Masyarakat tak akan menerka-nerka atau membayangkan program Tapera lantaran sudah mendapatkan informasi yang valid dari sumbernya.

Adapun data temuan BPK tahun 2020 sampai 2021, ada 247.246 peserta yang datanya belum dimutakhirkan, ketidaklengkapan data NIK 70.513 orang dan 124.960 orang pensiunan/ahli warisnya tidak mendapatkan haknya karena belum menerima pengembalian tabungan sebesar 567,45 miliar.

Selanjutnya, adanya pensiun ganda sebanyak 40.266 orang dengan total Rp130,25 miliar. Vici menegaskan jumlah yang sangat banyak ini harus diperbaiki pemerintah mulai dari sistem pengelolaan dan pemanfaatan dana Tapera untuk mengatasi potensi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Vici menyampaikan adanya hubungan antara korupsi dengan sistem di mana dalam sistem yang buruk dan tidak pengawasan pengelolaan dapat membuat orang yang tadinya baik berpotensi menjadi penjahat.

"Tetapi dalam sistem yang sudah terbuka dan terang, sistemnya jelas, masyarakat tahu, masyarakat bisa mengawasi, bisa mengontrol, maka orang yang tadinya memiliki niat yang tidak baik akan dipaksa untuk menjadi orang baik," pungkas Vici.

Untuk diketahui, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, mengatur besaran Iuran Peserta Pekerja Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari BUMN, Badan Usaha Milik Desa hingga perusahaan swasta.

Dalam Pasal 15 ayat 1 PP tersebut disampaikan Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari Gaji atau Upah untuk Peserta Pekerja dan Penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.

Sedangkan pada ayat 2 yakni Besaran Simpanan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5 persen dan Pekerja sebesar 2,5 persen.

Sedangkan Besaran Iuran Tapera untuk Peserta Pekerja dari ASN menurut Pasal 15 ayat 4b yakni Pekerja yang menerima Gaji atau Upah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan (Menkeu) dengan berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di pendayagunaan aparatur negara (Menpan RB).

Baca juga: Kemenkeu sebut iuran Tapera akan diinvestasikan ke SBN

Baca juga: BP Tapera belum ada rencana tarik simpanan dari peserta baru

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024