Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah hanya akan mengakui audit laporan keuangan PT Kereta Api hasil audit akuntan publik yang menyebutkan laba sebesar Rp6,9 miliar. "Keputusan memilih audit akuntan publik itu akan diputuskan dalam rapat umum pemegang saham PT KA," kata Deputi Meneg BUMN Bidang Logistik dan Pariwisata, Hari Susetio, kepada ANTARA, di Jakarta, Minggu. Hari menjelaskan pemerintah lebih memilih laporan keuangan itu, karena sudah diaudit kantor akuntan publik, sehingga perdebatan soal permasalahan laporan keuangan tidak perlu dipermasalahkan. "Hal ini akan dibawa ke dalam RUPS yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Kalaupun ada perkembangan akan dibawa ke pra RUPS, dengan memanggil semua pihak terkait yaitu direksi dan komisaris," kata Hari tanpa merinci kapan RUPS akan diselenggarakan. Perdebatan laporan keuangan PT KA bermula ketika komisaris Hekinus Manao menyatakan terdapat dua versi laporan keuangan, yaitu perusahaan meraih laba Rp6,9 miliar, dan versi yang menyebutkan perusahaan rugi Rp63 miliar. Sebelumnya, Meneg BUMN Sugiharto menyatakan, masalah penempatan benefit seharusnya jangan dinilai sebagai kesalahan yang besar atau bahkan terkandung unsur KKN di dalamnya. "Sebelum penyajian laporan keuangan kan ada `Aquit et de Charge` bagi direksi dan komisaris menerima atau tidak isi laporan keuangan," kata Sugiharto. Menurutnya, kantor akuntan publik juga sudah ditunjuk berdasarkan rapat umum pemegang saham, tentu memeriksa seluruh aspek keuangan berdasarkan standar profesi, dan perusahaan menyelenggarakan pembukuan sesuai norma. "Akutansi itu merupakan seni pembukuan. Jadi hanya soal membedakan biaya yang yang ditunda. Karena barangkali kenapa ditunda, karena benefit dari biaya ini dirasakan beberapa tahun ke depan," kata Sugiharto. Jadi, katanya, sebaiknya ditanyakan kepada akuntan publiknya. "Ada Badan Kehormatan Akuntan Publik, atau Ikatan Akutansi Indonesia, yang nanti akan menyidang akutannya kalau melanggar kode etik akuntansi," ujar Sugiharto. Terkait internal KA, ia menjelaskan Dirut PT KA, Ronny Wahyudi, sudah ditugaskan membuat laporan terkait masalah ini, dan pemerintah akan memanggil wakil pemerintah untuk mengklarifikasi apakah masalah ini melanggar UU BUMN tentang penyelenggaraan RUPS. (*)

Copyright © ANTARA 2006