Pernyataan bersama itu menyebutkan bahwa ketiga negara tersebut secara konsisten memberikan dukungan kuat terhadap Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plant of Action/JCPOA).
"Dukungan kami atas perjanjian nuklir ini tidak berubah sejak 2018, ketika AS secara ilegal dan sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir tersebut. dan penerapan sanksi ilegal sepihak serta penerapan kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran menjadi titik balik perjanjian ini," menurut pernyataan bersama ketiga negara, seperti dikutip kantor berita Tasnim.
Ini adalah saat yang tepat bagi Barat untuk menunjukkan kemauan politik dan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan kesepakatan tersebut, kata pernyataan bersama tersebut.
"Republik Rakyat China, Republik Islam Iran dan Federasi Rusia yakin bahwa sudah waktunya bagi negara-negara Barat untuk menunjukkan kemauan politik, menahan diri dari siklus eskalasi yang tiada akhir ... dan mengambil langkah yang diperlukan untuk memulihkan JCPOA," bunyi pernyataan tersebut.
Mereka juga menyampaikan bahwa peluang untuk melakukan hal tersebut masih ada dan menambahkan bahwa China, Iran dan Rusia siap melakukannya.
Ketiga negara tersebut mengenang bahwa mereka telah melakukan segala upaya untuk memulihkan perjanjian nuklir dan menyesalkan bahwa negara-negara Barat yang menjadi anggota perjanjian tersebut telah memilih pendekatan yang berbeda meski mereka telah membuat janji.
Pernyataan tersebut lebih lanjut mengatakan bahwa China, Iran dan Rusia percaya bahwa ketentuan JCPOA masih berlaku, bahwa implementasi penuh dari perjanjian nuklir saat ini dapat menghilangkan sebagian besar pertanyaan mengenai program nuklir damai Teheran.
Mereka juga percaya bahwa dengan ketentuan JCPOA yang masih berlaku, Sekretariat Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan memiliki instrumen pemantauan yang lebih luas.
Selain itu, "kesepakatan nuklir yang diterapkan sepenuhnya akan berfungsi sebagai instrumen untuk membatasi dan mengurangi ketegangan," kata ketiga negara tersebut dalam pernyataannya.
Pada 2015, Iran menandatangani perjanjian nuklir dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris dan AS, dengan keterlibatan Uni Eropa.
Kesepakatan itu mengikat Iran untuk mengurangi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.
AS menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018 di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, tetapi melanjutkan kembali pembicaraan dengan Iran dalam upaya untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut di bawah pemerintahan Presiden petahana Joe Biden.
Pembicaraan di Wina, Austria, kini dianggap terhenti.
Pada Desember 2021, Iran secara sukarela mengizinkan IAEA untuk mengganti kamera di fasilitas nuklir di kota Karaj, Iran, namun dengan mengatakan bahwa mereka akan memberikan data rekaman kamera hanya setelah AS mencabut sanksi terhadap negara tersebut.
Sumber: Sputnik
Baca juga: IAEA sebut tidak ada kerusakan pada nuklir Iran usai serangan Israel
Baca juga: Kepala IAEA akan kunjungi PLTN Zaporizhzhia di Ukraina
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024