Kalau diskusi boleh-boleh saja, tapi kalau menyampaikan visi dan misi berarti kampanye dan hal itu dilarang UU PemiluSurabaya (ANTARA News) - Mendikbud Mohammad Nuh menegaskan bahwa UU Pemilu melarang kampanye di dalam kampus, karena itu hendaknya di kampus dibedakan antara pendidikan politik dan politik praktis.
"Tahun 2014 sebagai tahun politik dapat dijadikan momentum oleh pimpinan perguruan tinggi untuk melakukan pendidikan politik, misalnya menyampaikan pandangan terhadap persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia kepada para capres," katanya di Surabaya, Minggu.
Di sela-sela kunjungan ke Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari, Surabaya, pejabat negara yang juga Ketua Yayasan RSI Surabaya (Yarsis) itu menjelaskan kalangan kampus boleh saja mengundang capres-cawapres untuk menyampaikan ide dan gagasannya dalam koridor akademik, bukan politik praktis.
"Kalau diskusi boleh-boleh saja, tapi kalau menyampaikan visi dan misi berarti kampanye dan hal itu dilarang UU Pemilu. Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pada ayat (1) huruf (h) mengatur larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Selain itu, aturan untuk itu juga ada dalam Peraturan KPU," katanya.
Dalam Penjelasan UU disebutkan bahwa fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Yang dimaksud tempat pendidikan adalah gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggi," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan yang bersifat pendidikan politik di kampus.
"Kami memberikan kebebasan akademik kepada semua kampus, karena kampus memiliki otonomi untuk memilih dan mengagendakan kegiatan-kegiatan akademiknya. Jadi, kami tidak melarang. Yang penting, mereka tidak boleh melanggar UU," katanya.
Dalam kunjungan ke RSI Jemursari Surabaya, Mohammad Nuh menyatakan kesiapan RSI Surabaya, baik RSI Jemursari maupun RSI Wonokromo untuk melayani pasien tidak mampu dengan tanggungan BPJS (badan penyelenggara jaminan sosial).
"Kami siap melayani pasien BPJS terhitung sejak 1 Januari 2014, karena itu kami melakukan beberapa persiapan, di antaranya menyiapkan "BPJS Center" dan 60 bed (kamar tidur) kelas ekonomi yang dikhususkan pasien BPJS," katanya.
Bahkan, katanya, bed pasien BPJS yang telah dicek itu terlihat lebih bagus daripada bed untuk kelas ekonomi lainnya. "Karena itu RSI Surabaya tidak akan menolak pasien BPJS," kata mantan Rektor ITS itu.
Pakar elektronika medik itu mengaku pihaknya akan terus meningkatkan layanan kepada semua pasien. "Insya-Allah, kami akan terus melakukan pembenahan untuk meningkatkan pelayanan," katanya.
Hal itu juga diakui warga Wonocolo, Surabaya, Miftah. "Pengalaman saya, layanan RSI Surabaya sekarang sudah bagus, bahkan ketika obat yang saya cari tidak ada, petugas apotek langsung mencatat nomer telepon saya untuk dihubungi bila obat sudah datang," katanya.
Sebelumnya (4/1), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ibu Ani Yudhoyono dalam kunjungan kerja ke Jatim sempat meninjau kesiapan pelaksanaan BPJS bidang kesehatan di Puskesmas Pucang Sewu dan RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014