Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan mengatakan, sesuai kesepakatan Sidang World Health Assembly (WHA) ke-77, negosiasi Pandemic Treaty atau perjanjian pandemi resmi diperpanjang dan penetapan target penyelesaiannya diundur hingga Sidang WHA 2025.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan, komitmen Indonesia adalah mengedepankan kepentingan nasional dalam negosiasi Pandemic Treaty.
Syahril menyebut bahwa fokus utama adalah isu-isu strategis seperti sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses dalam menghadapi pandemi.
“Prinsip kesetaraan antara negara maju dan negara berkembang akan terus kami dorong dalam proses negosiasi ini,” katanya.
Dia menjelaskan, bersamaan dengan perpanjangan negosiasi Perjanjian Pandemi, disepakati pula amendemen International Health Regulations (IHR).
Syahril menyebutkan, dengan amendemen ini seluruh negara anggota WHO diharapkan lebih mampu mempersiapkan diri untuk deteksi dan respons terhadap berbagai kedaruratan kesehatan yang memiliki dampak internasional.
Ia mengatakan, prinsip kesetaraan dan solidaritas yang menjadi dasar amandemen IHR diharapkan dapat mendorong penanganan pandemi dan situasi kegawatdaruratan lainnya secara kolektif dan merata.
Secara spesifik, kata jubir itu, ada empat poin yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia dalam komponen Pandemic Treaty, yakni Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS), instrumen One Health, transfer teknologi, dan pendanaan.
Menurut dia, empat poin tersebut terkait dengan kesenjangan antara negara maju dan berkembang.
Mengenai PABS, yang menunjukkan kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, Pemerintah Indonesia mendorong agar setiap data sharing, khususnya yang melibatkan patogen dan informasi sekuens genetik (genetic sequence information), disertai pembagian manfaat (benefit-sharing) yang setimpal.
Selain itu, pemerintah juga mendorong adanya upaya untuk memastikan adanya pengaturan internasional mengenai standar data dan interoperabilitas, di mana Indonesia telah menginisiasi Material Transfer Agreement (MTA) untuk spesimen virus avian influenza (flu burung).
Selanjutnya, kata Syahril, Pemerintah Indonesia mendorong pembentukan instrumen One Health untuk mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif yang dapat dilaksanakan negara berkembang dengan dukungan negara maju.
Kemudian, Pemerintah Indonesia mendorong transfer teknologi yang berkeadilan untuk kebutuhan kesehatan masyarakat.
Menurut dia, transfer teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dan negara berkembang untuk menjadi hub dalam membangun kapasitas manufaktur lokal guna menciptakan kemandirian dalam produksi vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD).
Mengenai perizinan, Indonesia mendorong perizinan yang bersifat transparan dan non-eksklusif, khususnya saat pandemi. Selain itu, Indonesia mendorong upaya untuk memastikan agar teknologi dan inovasi dapat diakses oleh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang.
Adapun untuk pendanaan, Pemerintah Indonesia mendukung pentingnya pendanaan yang setara dan dapat diakses oleh seluruh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang, untuk implementasi Pandemic Treaty.
Dia menambahkan, pendanaan ini dapat dilakukan melalui mekanisme pembiayaan yang telah ada seperti Pandemic Fund dengan sedikit penyesuaian sesuai dengan konteks Pandemic Treaty.
Dia menuturkan, Indonesia akan terus memperjuangkan kesetaraan akses antara negara maju dan berkembang, sehingga membangun kapasitas industri farmasi serta mengupayakan agar negosiasi Pandemic Treaty selesai secepatnya.
“Pada saat bersamaan, Pemerintah RI akan terus memperkuat legislasi di tingkat nasional agar siap menghadapi ancaman pandemi lainnya,” kata dr. Syahril.
Baca juga: Indonesia perjuangkan kesetaraan akses kesehatan lewat Pandemic Treaty
Baca juga: Dharma Pongrekun minta pemerintah waspadai perjanjian pandemic treaty
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024