Jakarta (ANTARA) - Pengamat dan ahli hukum pidana mendesak Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara dugaan korupsi tata kelola komoditas emas seberat 109 ton di PT Antam dengan mengusut keterlibatan pihak swasta.

Ahli hukum pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, menegaskan, setiap penyimpangan yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus ditindak, baik penyimpangan yang terjadi secara sistemik atau menggunakan sistem kerja yang ada, maupun penyalahgunaan yang dilakukan oleh oknum secara insidental.

Menurut Fickar, penindakan kasus dugaan korupsi komoditas ini menjadi penting, mengingat emas Antam merupakan standar ukuran bagi kualitas emas, baik dalam perdagangan lokal maupun internasional, karenanya potensi kerugian bisa dirasakan oleh banyak pihak, bukan hanya negara tapi masyarakat secara langsung.

“Jika tidak dapat meruntuhkan tindak hanya sebagai korporasi, tapi negara juga secara keseluruhan,” ujarnya.

Hal serupa juga disampaikan pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Zaki Mubarak yang mempertanyakan lemahnya sistem pengawasan kerja di Antam, termasuk di BUMN secara keseluruhan.

Menurut Zaki, kasus ini menjadi suatu ironi, apalagi sudah berlangsung belasan tahun dan menyebabkan potensi kerugian negara hingga ratusan triliun.

“Semuanya harus diungkap, pihak swasta maupun BUMN, termasuk apakah ada aliran dana yang mengalir ke pejabat negara. Harus ditelusuri," kata Zaki.

Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo juga turut mendesak Kejaksaan Agung melakukan langkah-langkah tegas dalam menuntaskan perkara tersebut. Karena, skandal tersebut mengakibatkan potensi kerugian negara yang sangat besar, yang seharusnya bisa menjadi pemasukan dalam sektor pendapatan negara.

"Berharap aparat penegak hukum mengungkap aktor intelektual, dan juga menindak semua pihak yang terlibat. Ada indikasi tidak dilakukan secara individu tapi mungkin melibatkan instansi dan kesepakatan yang masif,” ujar Sartono.

Terkait desakan itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menegaskan pihaknya akan terus mengusut perkara tersebut hingga ke pihak swasta. Namun Ketut enggan mengungkapkan identitas pihak swasta yang terlibat dari kasus rasuah ini.

"Iya pasti dong. Ini akan ditelusuri yang memetik keuntungan dari (perkara) ini," kata Ketut.

Selain itu, Kejaksaan juga belum memastikan, apakah korupsi emas Antam ini berkaitan dengan penyelidikan kasus ekspor impor emas yang sudah lebih dahulu dilakukan.

“Saya belum tahu kaitan dengan itu. Itu kasus baru. Tim masih bekerja," ujarnya.

Ketut mengatakan, dalam kasus ini, penyidik Kejaksaan akan terus mengusut perkara dengan mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Sepanjang ada orang-orang yang diuntungkan dalam perkara ini juga akan menjadi fokus kami, tidak menutup kemungkinan besok akan menjadi TPPU ke depan, seperti kasus timah, atau korporasi yang diuntungkan, kita liat perkembangan ke depan,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, lanjut dia, penyidik juga menelusuri pihak-pihak yang diduga melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana, mengingat perkara tersebut terjadi selama rentang waktu 12 tahun 2010-2022. Penyidik menduga ada pembiaran di internal, karena dari 2010 baru diketahui perkaranya 2023, sama seperti kasus timah yang terjadi dari 2015.

"Dari manajer ke manajer, enam manajer kami tetapkan tersangka berarti ada pembiaran dari pergantian manajer satu dengan yang lain, sampai enam manajer berarti ada pembiaran. Apa ada kongkalikong tentu akan kaki usut semua," kata Ketut.

Pada penyidikan awal kasus ini, jaksa telah melakukan serangkaian penggeledahan di sejumlah tempat yakni, Pulogadung, Jakarta Timur. Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat; Cinere-Depok, Jawa Barat; Pondok Aren, Tangerang Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian, tim penyidik melakukan penggeledahan di PT Untung Bersama Sejahtera (UBS) yang terletak di Tambaksari dan PT Indah Golden Signature (IGS) di Genteng, Surabaya, Jawa Timur.

Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah menetapkan enam orang General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLN) PT Antam periode 2010-2022 sebagai tersangka. Mereka adalah TK selaku GM UBPPLN periode 2010–2011, HN periode 2011–2013, DM periode 2013–2017, AH periode 2017–2019, MAA periode 2019–2021, dan ID periode 2021–2022.

Para mantan GM UBPPLN Antam disangkakan telah menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia. Para tersangka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merk Logam Mulia (LM) Antam.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024