Karena krisis bahkan defisit moral itu pula yang menjadikan korupsi di Indonesia merajalela dan untuk menekan itu perlu sanksi hukum yang tegas dan peran besar tokoh agama,"

Medan (ANTARA News) - Peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Ali Masykur Musa menegaskan masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah defisit moral ditengah surplus kekuasaan yang "dirayakan" sepanjang reformasi bergulir satu setengah dekade ini.

"Karena krisis bahkan defisit moral itu pula yang menjadikan korupsi di Indonesia merajalela dan untuk menekan itu perlu sanksi hukum yang tegas dan peran besar tokoh agama," katanya di Medan, Jumat.

Dia mengatakan itu pada ceramah di Universitas HKBP Nomensen dengan Tema "Bangun Moral Bangsa, Selamatkan Uang Negara".

Ali Masykur memberi contoh betapa besarnya korupsi hingga dewasa ini.

Di tengah semakin tingginya APBN atau sekitar lima belas kali dari APBN akhir orde baru atau mencapai Rp1.800 triliun, kata dia, sebaliknya banyak terjadi jalan rusak, fasilitas pelabuhan, irigasi dan rel kereta api yang nyaris tidak berkembang hingga hutan yang rusak.

Kondisi itu sudah menunjukkan APBN gagal menjadi motor penggerak pembangunan, dimana kegagalan tersebut akibat terjadinya kebocoran anggaran dan korupsi yang parah.

"Jika selama orde baru, korupsi memusat melingkar di lingkar kekuasaan Jakarta/Cendana, desentralisasi kewenangan di era reformasi kini diikuti pula dengan desentralisasi korupsi," kata Ali Masykur yang juga Ketua Umum PP Ikatan Sarjana NU itu.

Dia menegaskan, sejak para kepala daerah dipilih secara langsung pada 2005 higga 2012 terdapat 311 kepala daerah/wakil kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

"Untuk itu memang harus ada sanksi hukum yang tegas dan dukungan kuat para tokoh agama," katanya.

Menurut dia, para tokoh agama harus turun tangan proaktif menggalang gerakan moral, memberikan sanksi moral kepada jamaahnya yang terbukti melakukan korupsi.

Peran tokoh agama itu cukup kuat mengingat dari perspektif agama, akar korupsi itu adalah cinta dunia dan orientasi hidup materialistis.

Untuk itu, kata dia, tokoh agama diminta lebih proaktif menghadirkan ruh agama dalam kehidupan masyarakat, dimana agama jangan berhenti sebagai simbol formal.(*)

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014