Banda Aceh (ANTARA News) - Sebagian masyarakat Aceh hingga kini masih menjadikan kawasan pantai bukan hanya tempat tinggal, melainkan juga sumber kehidupan ekonominya.
Setelah sembilan tahun tsunami berlalu, rumah-rumah dan tempat usaha di pesisir pantai Aceh tumbuh dan perekonomian masyarakat pun menggeliat.
Di Kota Banda Aceh, misalnya di kawasan Lampulo dan Ulee Lheue yang merupakan wilayah terparah kehancuran akibat bencana tsunami sembilan tahun lalu kini sudah tumbuh menjadi pemukiman padat, aktivitas ekonomi masyarakat pun tergolong tinggi.
Tingginya aktivitas ekonomi di wilayah pesisir membuat pemerintah optimistis pertumbuhan investasi masa depan Aceh lebih baik dan maju yang akan dimulai dari wilayah pesisir dengan andalannya sektor perikanan.
Otimistisme itu bukan tidak beralasan sebab potensi bidang kelautan dan perikanan di perairan Aceh masih cukup besar karena selama ini yang tergarap sangat sedikit akibat sumberdaya nelayan dan alat tangkap yang terbatas.
Oleh karena itu, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengajak para pengusaha untuk menanamkan investasinya di bidang kelautan dan perikanan karena potensi sektor tersebut masih cukup potensial dikembangkan di provinsi itu.
"Kalangan dunia usaha, saya ajak untuk mau berinvestasi bidang kelautan dan perikanan, mengingat sektor ini sangat berpotensi untuk kita kembangkan dalam upaya meningkatkan perekonomian Aceh pada masa mendatang," katanya menambahkan.
Gubernur menyadari bahwa pembangunan ekonomi Aceh tidak dapat hanya mengandalkan dari dana APBN, APBA, maupun APBK.
"Peran swasta dalam bentuk investasi, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri sangat diharapkan. Untuk mempercepat realisasi investasi di Aceh, kami akan memberikan beberapa kemudahan baik yang berbentuk fiskal maupun nonfiskal," katanya.
Zaini menjelaskan kemudahan yang akan diberikan pemerintah kepada investor dalam bentuk fiskal yakni berupa pembebasan dari segala jenis pajak maupun sewa lahan selama lima tahun, termasuk retribusi lainnya.
Sementara dalam bentuk nonfiskal, Pemerintah Aceh akan memberikan kemudahan bagi investor sektor kelautan dan perikanan yakni dalam pelayanan perizinan, informasi dan jaminan keamanan serta kenyamanan dalam berinvestasi.
Gubernur juga meminta Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh meningkatan investasi melalui peningkatan pelayanan kepada para investor yang ingin berinvestasi di provinsi ini.
"Hindari birokrasi yang berbelit-belit dan menghambat investasi. Terhadap regulasi yang menghambat investasi agar segera direvisi dalam upaya peningkatan investasi di Aceh," katanya menambahkan.
Tujuan meningkatkan investasi yakni sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh secara menyeluruh.
"Karenanya saya bangga kepada pihak yang telah berinvestasi di kawasan industri perikanan di Lampulo sehingga tetap berjalan lancar seperti yang diharapkan," kata gubernur.
Potensi perikanan laut daerahnya sekitar 1,8 juta ton/tahun, namun baru tergarap 10 persen sebab nelayan kekurangan sarana dan prasarana.
"Dengan perairan laut seluas itu, tapi selama ini kita hasilkan baru sebesar 170 ribu ton/tahun atau sekitar 10 persen dari potensinya. Banyak yang belum tergarap," kata gubernur Aceh Zaini Abdullah.
Aceh dengan luas perairan laut mencapai 295 ribu km2 yang meliputi Samudra Hindia (bagian barat), Selat Malaka (sebelah timur), dan Laut Andaman (sebelah utara).
"Artinya, potensi produk perikanan laut atau kekayaan laut lainnya di Aceh itu melimpah, namun hingga kini belum tergarap secara optimal," kata Gubernur.
Ia menjelaskan dalam upaya mendorong peningkatan usaha perikanan laut Aceh, secara bertahap pemerintah telah menyediakan 40 unit kapal penangkap ikan dengan daya jelajah tinggi berukuran 40 gross ton, dan operasionalnya diserahkan kepada komunitas nelayan di berbagai daerah.
"Penyediaan armada itu bertujuan untuk mendorong nelayan agar mampu menangkap ikan pelagis besar sebagai bahan baku industri perikanan di Aceh. Hasil tangkapan itu akan dipasarkan di Aceh, atau diolah melalui industri perikanan, kemudian diekspor," kata dia.
Oleh karena itu, Aceh juga akan mengembangkan pelabuhan laut potensial di berbagai daerah, salah satunya kawasan Lampulo.
Butuh Rp1,2 triliun
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Raihana mengatakan pembangunan pelabuhan perikanan di Lampulo, Banda Aceh, membutuhkan dana Rp1,2 triliun.
"Butuh anggaran Rp1,2 triliun untuk operasional maksimal pelabuhan perikanan di Lampulo dalam upaya menggantikan pelabuhan lama," kata dia menjelaskan.
Ia mengatakan, pelabuhan itu awalnya dibangun Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias pada 2006. Namun, pembangunannya hanya berupa dermaga, kolam pelabuhan dan sejumlah bangunan pendukung lainnya.
Anggaran yang sudah terserap untuk pembangunan pelabuhan tersebut mencapai Rp213 miliar. Selain dari BRR, sumber anggaran berasal dari APBA dan APBN. Anggaran sebesar itu hanya untuk pengoperasionalan minimal.
Ia mengatakan, rencana awal pelabuhan perikanan tersebut dibangun di atas lahan seluas 52 hektare dan kolam pelabuhan seluas 80 hektar. Akan tetapi, pembangunan belum seluruhnya tuntas.
Untuk kolam pelabuhannya saja, sebut dia, yang sudah bisa digunakan baru sekitar 10 hektare, sehingga butuh anggaran dan waktu untuk memperluaskan kolam pelabuhannya.
Jika nantinya pelabuhan perikanan tersebut selesai dibangun, maka kawasan Lampulo, Banda Aceh, bakal menjadi pusat industrialisasi perikanan di Provinsi Aceh, kata dia.
"Tapi, masih banyak yang harus dilakukan, terutama membangun fasilitas pelabuhan perikanan agar bisa berfungsi maksimal," kata Raihana
Lampulo, menurutnya sangat potensial dijadikan sebagai pelabuhan perikanan berstandar internasional karena letaknya strategis yakni berhadapan dengan Samudera dan perairan bebas Lautan Hindia.
Kemudian strategisnya pelabuhan perikanan Lampulo juga akan menjadi andalan bagi kawasan pelabuhan ekspor lainnya seperti Freeport Sabang, Malahayati Krueng Raya (Aceh Besar) dan Krueng Geukueh (Aceh Utara).
Para nelayan juga berharap pemerintah membangun berbagai fasilitas pendukung di Pelabuhan Lampulo sehingga kawasan tersebut benar-benar dapat diwujudkan menjadi salah satu urat nadi perputaran ekonomi di wilayah barat Provinsi Aceh.
"Kita mengharapkan pemerintah membangun berbagai fasilitas pendukung yang memudahkan nelayan terutama saat boat merapat di dermaga," kata Sulaiman, seorang nelayan Lampulo.
Selain itu ia juga berharap pemerintah membantu pemberdayaan ekonomi nelayan tradisional sehingga upaya perbaikan nasib nelayan ke arah yang lebih baik bisa terwujud pada masa mendatang.
Besar harapan, dari aktivitas pelabuhan besar Lampulo pengembangan produk perikanan Aceh bisa lebih meningkatn pula sehingga geliat ekonomi nelayan semakin berkembang, sekaligus dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh Azhari
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014