Yogyakarta (ANTARA) - Universitas Gadjah Mada (UGM) memastikan tidak semua mahasiswa baru yang masuk melalui jalur Seleksi Mandiri 2024 di kampus itu dipungut Iuran Pengembangan Institusi (IPI).
Wakil Rektor Bidang SDM dan Keuangan UGM Supriyadi saat konferensi pers di Kampus UGM di Yogyakarta, Jumat, menjelaskan IPI hanya menyasar 10 persen dari kuota maksimal 30 persen mahasiswa yang diterima melalui jalur Seleksi Mandiri.
"Itu pun mahasiswa yang berada pada level UKT (Uang Kuliah Tunggal) Pendidikan Unggul. Kalau misalnya hitungannya 30 persen (mahasiswa jalur mandiri), maka 10 persen saja mahasiswa yang dikenai IPI," ujar dia.
Di UGM, biaya kuliah dibagi atas UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi dan UKT Pendidikan Unggul yang disesuaikan berdasarkan kondisi ekonomi mahasiswa.
Dia menyebut terhadap 10 persen mahasiswa jalur mandiri yang masuk golongan UKT Pendidikan Unggul atau tertinggi, kampus tetap memberikan keleluasaan untuk pembayaran IPI secara bertahap.
"Kalau memang mereka bisa ditetapkan IPI-nya dan kemudian bisa bayar di awal silakan. Kalau tidak, mereka bisa mengajukan keberatan itu kemudian dibayar dua kali, tiga kali, empat kali, kami pun fasilitasi," ujar dia.
Rektor UGM Ova Emilia mengatakan dengan menyandang status perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH), UGM wajib mencari 50 persen sumber pembiayaan dana pendidikan sendiri.
"Itu bukan beban yang mudah bagi kami. Jangan sampai ini tidak punya uang lalu keluarkan saja, kan tidak mungkin," ujar dia.
Baca juga: ITB pastikan tindaklanjuti pembatalan kenaikan UKT
Menurut dia, upaya saling menopang biaya pendidikan diperlukan untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas.
"Jangan sampai kita penginnya bagus, tapi tidak mau membayar, terus siapa yang mau membayar," kata dia.
Ia menjelaskan IPI dikenakan pada mahasiswa baru jalur mandiri setelah mereka masuk UGM sehingga bukan menjadi syarat untuk diterima di kampus itu.
"Setelah mahasiswa masuk terus dia memberikan semua data-data kemampuannya, baru kita kembangkan, kalau dia masuk kriteria unggul, ini yang terus kemudian memberikan sumbangan (IPI). Sumbangannya pun, kalau saya tambahkan cukup rendah, Rp20 juta untuk yang soshum (sosial humaniora), untuk IPA (saintek) Rp30 juta," kata dia.
Ia menjelaskan IPI bagian dari upaya memberikan peluang mahasiswa berkontribusi dan saling menopang, disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa.
"Bahkan di beberapa fakultas masih ada (mahasiswa) yang menambahkan (pembayaran IPI), 'kok cuma segini' dan itu dibolehkan, itu bukan suatu hal yang tidak dibolehkan. Itu untuk memberikan peluang kontribusi dan itu bukan hal yang mengada-ada," kata dia.
Sekretaris Universitas UGM Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu menambahkan dengan dibatalkan kenaikan UKT dan IPI oleh Mendikbudristek, besaran nilai UKT UGM akan kembali mengacu pada aturan besaran UKT pada 2023.
UGM, kata dia, juga memberikan kemudahan proses pembayaran IPI dan memberikan UKT Pendidikan Unggul bersubsidi 25 persen, 50 persen, 75 persen, hingga subsidi 100 persen.
"UGM tetap mempertahankan UKT subsidi 100 persen sebagai bentuk inklusivitas. Inklusivitas memang nyata di UGM. Mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi masih bisa tetap kuliah," kata dia.
Baca juga: Kemendikbudristek cabut surat rekomendasi tarif UKT di PTN dan PTNBH
Baca juga: UI tindaklanjuti pembatalan kenaikan UKT dari Kemendikbudristek
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024