Karawang (ANTARA) - Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK) menyebutkan bahwa pencemaran udara di wilayah sekitar Jabodetabek harus ditangani secara serius untuk mengantisipasi penurunan kualitas udara pada musim kemarau.
"Ambil tindakan tegas apabila ada indikasi pelanggaran," kata Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam keterangannya yang diterima di Karawang, Jabar, Jumat.
Ia menyampaikan, tindakan tegas terhadap aksi pencemaran udara diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan memastikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat.
"Saya juga sudah meminta penyidik untuk melakukan penegakan hukum pidana apabila terjadi pencemaran dari usaha atau kegiatan," katanya.
Rasio menegaskan, pihaknya siap melakukan penegakan hukum secara serius terhadap pelanggaran dan pencemaran udara. Sebab dalam ketentuannya sudah diatur beragam sanksi yang bisa dikenakan bagi si pelaku pencemaran udara.
Sanksi bagi pelanggar perizinan lingkungan dan pelaku pencemaran udara ialah sanksi administrasi, perdata, dan pidana. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
"Sanksi administrasi dapat diterapkan berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha, dan/atau pencabutan perizinan berusaha (pasal 82C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023)," katanya.
Untuk penerapan hukum perdata dapat dilakukan melalui Hak Gugat Pemerintah (pasal 90 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009). Sedangkan ancaman pidana dapat mengacu pasal 98-99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Disebutkan bahwa pihaknya telah membentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara yang dilatarbelakangi atas penurunan kualitas udara yang signifikan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada 2023 yang merugikan lingkungan hidup, masyarakat dan negara.
Dasar pembentukan Satgas itu ialah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.929/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2023 tentang Langkah Kerja Penanganan dan Pengendalian Pencemaran udara Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Dirjen Gakkum KLHK yang juga Ketua Satgas telah memerintahkan kepada pengawas lingkungan hidup untuk melakukan patroli di lokasi yang kualitas udaranya tidak sehat dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan/usaha yang terindikasi menyebabkan pencemaran.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro yang juga Ketua Harian Satgas menyampaikan bahwa saat ini KLHK terus memonitor kualitas udara di wilayah Jabodetabek.
Kegiatan monitor kualitas udara itu dilakukan melalui alat pemantau kualitas udara (Air Quality Monitoring System-AQMS) yang tersebar di 15 titik.
Menurut dia, hasil pemantauan kualitas udara tersebut menjadi alat pengambil keputusan, termasuk untuk mendukung upaya penegakan hukum.
Sepanjang tahun 2023, Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK telah melakukan pengawasan terhadap 63 perusahaan.
Selain itu, Pengawas Lingkungan Hidup telah melakukan penyegelan dan penghentian kegiatan sementara terhadap 29 perusahaan, yang di antaranya karena melakukan kegiatan tanpa persetujuan lingkungan, open burning, dumping limbah, dan melebihi baku mutu udara ambien dan/atau emisi.
Baca juga: KLHK sebut pengelolaan gambut perlu perhatikan fisiografi ekosistem
Baca juga: KLHK sebut perempuan jadi kunci dalam upaya konservasi air
Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024