Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Norwegia yang menjadi Perwakilan Tetap Norwegia untuk PBB pada 2019-2023, Mona Juul menilai solusi dua negara atau yang lebih dikenal two state solution menjadi jalan terbaik untuk mengatasi konflik Palestina dan Israel.

Pernyataan tersebut disampaikan Juul saat menjadi pembicara pada sebuah diskusi mengenai situasi Gaza di Kantor Sekretariat Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), Jakarta, Kamis.

“Menurut kami solusi dua negara adalah yang terbaik dari keduanya, karena tentu saja jelas perjuangan rakyat Palestina terhadap negaranya sendiri. Dan kalau menurut saya juga, hal ini juga harus menjadi argumen bagi Israel, karena ini adalah satu-satunya cara yang juga diklaim oleh Israel untuk terus menjadi negara Yahudi,” kata Juul.

Juul menjelaskan bahwa pada 1993, Norwegia memiliki hubungan yang baik dengan Israel dan pada saat itu negaranya menjadi penengah antara Israel dengan Palestina yang sudah memiliki ketegangan sejak lama.

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebutnya, secara khusus mengambil inisiatif untuk menemui Norwegia dan meminta untuk membantu mereka berkomunikasi dengan Israel. Setelah melalui negosiasi panjang selama sembilan bulan, Norwegia berhasil membantu kedua belah pihak membentuk kesepakatan.

“Kita berhasil membuat mereka saling mengakui satu sama lain. Israel mengakui PLO sebagai perwakilan sah Palestina dan PLO mengakui Israel sebagai sebuah negara,” ucapnya.

Kedua belah pihak, lanjut dia, juga menyatakan prinsip seperti peta jalan yang secara bertahap akan mengarah pada solusi dua negara dan setuju untuk membentuk Otoritas Palestina, termasuk mengambil alih Tepi Barat secara bertahap.

Perjanjian Oslo yang berisi serangkaian perjanjian antara Israel dan PLO yang menetapkan proses perdamaian untuk konflik kedua belah pihak melalui solusi dua negara juga disepakati setahun setelahnya atau pada 1994.

Namun, tegas Juul, kedua belah pihak tidak benar-benar menepati komitmen untuk menjalankan deklarasi tersebut hingga terjadi serangan balasan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

“Kami sangat kuat dalam kecaman kami, tentu saja atas serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, namun sama kuatnya dalam kecaman kami terhadap peperangan Israel di Gaza, melanggar Konvensi Jenewa dalam menguasai hukum humaniter, melanggar hukum internasional,” tutur Juul.

Berbeda dengan situasi Norwegia yang menjadi fasilitator pada 1993, ia menilai Amerika Serikat kini menjadi pemain kunci yang memiliki pengaruh untuk memberi tekanan kepada Israel. Ia juga menyambut baik upaya dari berbagai negara Eropa dan negara-negara Arab untuk mendorong terjadinya two state solution.

“Sekarang kita melihat Arab Saudi dan negara-negara lain, juga lebih aktif mendorong inisiatif dua negara yang sebenarnya adalah Inisiatif Arab. Namun satu-satunya pemain kunci yang bisa kita miliki agar kita benar-benar mempunyai pengaruh dan dapat memberikan tekanan pada Israel, tentu saja, adalah Amerika Serikat,” kata dia.

Baca juga: Norwegia serukan lanjut pendanaan UNRWA
Baca juga: Norwegia desak Israel patuhi perintah ICJ pastikan akses bantuan Gaza
Baca juga: Norwegia: Komunitas internasional harus terus bantu warga Palestina

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024