Kalau bisnis Pertamina menjadi beban APBN, maka bisa saja defisitnya bisa melebihi tiga persen. Dan ini menjadi masalah baru buat kita, karena melanggar UU APBN,"

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari EC Think Indonesia Aviliani menilai kenaikan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kilogram sebesar Rp1.000 per kilogram dapat mempengaruhi besaran defisit anggaran pada 2014.

Menurut Aviliani di Jakarta, Selasa, kebijakan Pertamina yang menaikkan harga elpiji tabung 12 kilogram bukan merupakan suatu hal yang salah karena tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah dan ditujukan untuk menutup kerugian.

Namun, dengan revisi kenaikan harga dari Rp3.959 per kilogram menjadi Rp1.000 per kilogram dapat saja menjadi beban APBN karena kerugian belum tertutupi dan pemerintah harus mempersiapkan skema subsidi.

"Kalau bisnis Pertamina menjadi beban APBN, maka bisa saja defisitnya bisa melebihi tiga persen. Dan ini menjadi masalah baru buat kita, karena melanggar UU APBN," ujar Aviliani.

Dalam UU APBN 2014 sendiri, ditetapkan bahwa defisit anggaran untuk tahun ini ditargetkan Rp175,4 triliun atau 1,69 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Pertamina memperhitungkan dengan kenaikan elpiji Rp1.000 per kilogram, kerugian perusahaan dalam bisnis elpiji hingga akhir 2014 masih sebesar Rp6,5 triliun. Kenaikan harga elpiji Rp3.959 per kilogram dinilai sebagai kebijakan perseroan yang paling ideal untuk menutup kerugian tersebut.

Jika pada 2014 Pertamina masih merugi, dipastikan akan membebani APBN, katanya.

Ia menuturkan pada kenaikan per 1 Januari 2014 yang sebesar Rp3.959 per kilogram, pemerintah seharusnya dapat menegaskan kepada publik bahwa elpiji subsidi tabung 3 kg tidak mengalami kenaikan.

"Nantinya, tidak masuk akal kalau orang berjualan atau berbisnis yang memanfaatkan elpiji 12 kg harus disubsidi," ujarnya.

Merupakan hal yang tidak logis, kata Aviliani, apabila kerugian para pedagang yang menggunakan elpiji 12 kilogram menjadi beban Pertamina.

"Jadi yang harus diperhitungkan adalah ketika menjadi beban subsidi, itu akan menjadi tanggungan APBN dan selanjutnya gas 12 kilogram jadi barang subsidi. Nanti di APBN-P akan ada beban baru," kata Aviliani.

Sebelumnya, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK menemukan adanya kerugian Pertamina atas bisnis elpiji 12 kilogram dan 50 kilogram di sepanjang 2011 hingga Oktober 2012 sebesar Rp7,73 triliun. BPK merekomendasikan agar Pertamina menaikkan harga elpiji untuk menutup kerugian tersebut.

(C005/R007)

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014