Nggak ada namanya kalau perempuan emansipasi itu bahaya. Perempuan yang berdaya, apakah ia ibu rumah tangga, pekerja, direktur, menteri, presiden, akan menguatkan semua. Ibu rumah tangga yang berdaya akan membuat seluruh keluarganya berdaya."

Jakarta (ANTARA News) - Suma, gadis Nepal, menuangkan kenangan-kenagan yang pernah dialaminya ke dalam lagu.

"Kalau lagu-lagu saya sedih, itu karena hidup saya seperti itu," katanya.

Suma bekerja menjadi kamlari, pembantu rumah tangga, sejak dirinya berusia 6 tahun. Berasal dari keluarga miskin, ia bekerja dari satu rumah ke rumah lainnya untuk mendapat sesuap nasi.

Tinggal di kawasan kumuh Kolkata, India, Ruksana beruntung karena kedua orang tuanya mengirimnya ke sekolah. Ia pun menyadari dirinya piawai dalam menuangkan imajinasi ke dalam gambar.

Yasmin, 12, melapor ke kepolisian Mesir setelah ia dibawa berputar-putar oleh lelaki yang tidak dikenal.

Kepada polisi, ia menceritakan dirinya yang berhasil lolos dari cengkraman laki-laki itu karena keberanian yang dimilikinya.

Amina (Afghanistan) menikah di usia 11 tahun. Keluarganya yang miskin setuju menikahinya dengan seorang sepupu demi 5.000 dolar AS. Uang itu digunakan sang ayah untuk membelikan mobil bekas bagi kakak laki-lakinya sehingga ia bisa pergi ke kota.

"Girl Rising" merupakan film semi-dokumenter yang menceritakan para perempuan di Asia dan Afrika memperjuangkan hak mereka untuk mengenyam pendidikan. Sembilan perempuan menulis cerita yang diangkat dari perjuangan mereka memperoleh pendidikan meski berlawanan dengan masyarakat dan budaya yang ada di daerah mereka.

Sembilan penulis itu adalah Loung Ung (Kamboja), Edwidge Danticat (Haiti), Manjushree Thapa (Nepal), Mona EltahSawy (Mesir), Maaza Mengiste (Ethiopia), Sooni Taraporevala (India), Maria Arana (Peru), Aminatta Forna (Sierra Leone), Zarghuna Kargar (Afghanistan).

Dalam film, para perempuan itu digambarkan sebagai Sokha (Kamboja), Wadley (Haiti), Suma (Nepal), Yasmin (Mesir), Azmera (Ethiopia), Ruksana (India), Senna (Peru), Mariama (Sierra Leone) and Amina (Afghanistan).

Dalam film, perempuan di daerah itu adalah kaum marjinal. Suma terpaksa menerima bahwa orang tuanya lebih memilih menyekolahkan kakak laki-lakinya. Ia menerima saja ketika di usia belia harus menjadi seorang kamlari. Ketika sang majikan berbaik hati mengizinkannya belajar dengan seorang guru di malam hari, ia pun menyadari apa yang dialaminya adalah perbudakan, ditambah ia masih di bawah umur untuk bekerja.

Michelle Bekkering, Direktur Demokrasi Perempuan International Republican Institue (IRI) mengatakan di sejumlah negara berkembang yang pernah didatanginya, laki-laki mendapat kesempatan yang lebih besar untuk mengenyam pendidikan daripada perempuan. Kesulitan ekonomi umumnya mendasari hal tersebut.

"Ketika ada dua pilihan untuk menyekolahkan anak, mereka memberinya kepada laki-laki. Laki-laki diharapkan bisa pergi ke kota besar untuk mencari uang yang lebih banyak," kata Bekkering saat diskusi usai pemutaran "Girl Rising" di @america, sore ini.

Hana Satriyo, Direktur program gender dan partisipasi perempuan The Asia Foundation, berpendapat hal itu disebabkan budaya yang mengakar di suatu masyarakat. Ia mengatakan perbedaan sangat besar tentang hak diskriminasi perempuan terlihat di negara maju dan negara berkembang. Contohnya adalah pekerja anak, ketika anak bekerja, haknya untuk mendapat pendidikan kerap tercabut.

"Contohnya di Nepal tadi, pekerja anak udah dilarang oleh UU. Tapi nggak ada penegakan hukum. Kalau di negara maju, nggak boleh menggaji orang di bawah UMR, ditegakkan hukumnya," kata Hana.

Para perempuan di film itu melihat pendidikan lah yang bisa membuat para perempuan memiliki daya. Ketika perempuan berdaya, ia memiliki potensi, pemikiran, kemampuan, dan pemahaman.

"Nggak ada namanya kalau perempuan emansipasi itu bahaya. Perempuan yang berdaya, apakah ia ibu rumah tangga, pekerja, direktur, menteri, presiden, akan menguatkan semua. Ibu rumah tangga yang berdaya akan membuat seluruh keluarganya berdaya," kata Hana.

Pemberdayaan perempuan tidak lepas dari laki-laki. Film "Girl Rising" menyebutkan peran seorang ayah yang mendorong anak-anak perempuannya untuk bermimpi pun tak kalah penting. Ruksana menemukan bakatnya dalam bidang melukis berkat sang ayah, terlepas dari keterbatasan ekonomi mereka.

Film "Girl Rising" karya sutradara Richard E. Robbins keluar pada tahun 2013. Film itu memuat narasi yang dibacakan oleh Anne Hathaway, Cate Blanchett, Selena Gomez, Liam Neeson, Priyanka Chopra, Chloe Moretz, Freida Pinto, Salma Hayek, Meryl Streep, Alicia Keys, dan Kerry Washington. (*)

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014