(KPK) cepat saja (menetapkan) jadi terdakwa, biar cepat juga kami (memproses)
Jakarta (ANTARA News) - Mendagri Gamawan Fauzi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera memproses dugaan kasus korupsi yang menyeret Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka, sehingga tidak mengganggu proses pemerintahan di kedua daerah tersebut.
"Ya (KPK) cepat saja (menetapkan) jadi terdakwa, biar cepat juga kami (memproses). Kalau hari ini (jadi) terdakwa, besok saya terbitkan surat keputusan (pemberhentian sementara)," kata Gamawan ketika ditemui di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Senin.
Dia mengatakan, dengan status hukum kedua kepala daerah tersebut sebagai tersangka saat ini, maka pihaknya tidak dapat memberhentikan Hambit dan Atut sebagai kepala daerah.
Artinya, pemerintahan yang berjalan di Kabupaten Gunung Mas dan Provinsi Banten dapat "disetir" atau dikendalikan dari dalam jeruji besi tahanan KPK.
"Karena dalam Undang-undang disebutkan nomor registrasi perkara untuk dapat masuk penonaktifan kepala daerah tersebut. Secara jelas dan eksplisit disebutkan itu," tambah Gamawan.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 20014 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa kepala daerah yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dapat diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui usul DPRD dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Terkait pemerintahan di Provinsi Banten, DPRD setempat menilai roda pemerintahan tidak berjalan efektif sejak Atut ditahan di Rutan Pondok Bambu sebagai tahanan KPK.
Hal itu disebabkan tidak semua kewenangan Atut sebagai Gubernur dilimpahkan kepada Wakilnya, Rano Karno.
Sementara itu, terkait pemerintahan di Kabupaten Gunung Mas, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang akhirnya menunjuk Sekda sebagai Pelaksana Harian (Plh) Bupati Gunung Mas.
KPK tidak mengijinkan Hambit Bintih keluar dari Rutan KPK untuk menjalani prosesi pelantikan, padahal Surat Keputusan (SK) pengangkatannya sebagai Bupati terpilih telah dikeluarkan Kemendagri.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014