Sebagai informasi, Sulaiman dihadirkan untuk menjadi saksi Demokrat dalam perkara PHPU Pileg 2024 Nomor 196-01-14-22/PHPU/DPR-DPRD-XXII/2024. Berlaku sebagai pihak termohon adalah KPU dan sebagai pihak terkait adalah Partai Amanat Nasional.
Lalu, sepasang pria dan wanita dari luar gedung berteriak-teriak menuntut agar bisa bertemu dengan Sulaiman.
“Saya kakaknya! Tahu tidak? Semuanya tidak adil! Ada paksaan!” kata kakak Sulaiman yang memakai pakaian berwarna kuning dan berkerudung hitam itu.
Upaya wanita tersebut agar bisa masuk ke dalam gedung digagalkan oleh pihak keamanan. Lalu, ia bersama dua orang lainnya ditanyai oleh salah seorang anggota MK terkait alasan mereka memaksa masuk ke dalam Gedung MK.
Kakak Sulaiman mengatakan bahwa adiknya dijemput dari rumah sejak Jumat (24/5) dan tidak bisa lagi dihubungi hingga hari ini.
“Tidak ada perjanjian. Rencana (Sulaiman) dibawa keluar rumah, pamitan, dan sampai sekarang tidak ada kabarnya,” kata kakak Sulaiman.
Sedangkan, satu orang lainnya yang turut mendampingi kakak Sulaiman, Eko, mengatakan bahwa Sulaiman dijemput paksa untuk menjadi saksi.
“Sulaiman dijemput dalam kondisi tekanan dan paksaan. Dibawa tanpa ada kabar, ponsel Sulaiman dimatikan, dan yang membawa tidak ada tanggung jawabnya,” kata dia.
Kemudian, kakak Sulaiman dan dua pria lainnya dibawa masuk ke dalam Gedung 2 MK untuk menghindari kerumunan.
Sementara itu, Sulaiman tetap menjadi saksi dalam sidang pembuktian dengan kedudukannya sebagai anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa Tanipah, Kecamatan Alo-alo, Banjar, Kalimantan Selatan.
Dalam kesaksiannya, Sulaiman mengaku ada seorang anggota PPK yang menghubungi dirinya untuk menawarkan apakah dirinya ingin melakukan penambahan suara ke PAN dengan imbalan upah.
Ia mengiyakan tawaran itu dan menyebut bahwa terdapat 634 suara Partai Demokrat yang dipindahkan kepada caleg-caleg PAN di Dapil Kalimantan Selatan 1.
Baca juga: MK Tidak Terima Permohonan PHPU Provinsi Kalsel
Baca juga: MK: 106 perkara PHPU Pileg 2024 lanjut ke sidang pembuktian
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024