Kami bukannya tidak ingin mengakui masyarakat adat, tetapi kami perlu mencari dasar hukum yang lebih kuat untuk mengakui mereka
Jakarta (ANTARA) - Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menekankan pentingnya pengakuan atas masyarakat adat dari pemerintah daerah guna memperlancar proses pembangunan IKN sekaligus memastikan hak-hak masyarakat adat terlindungi.
Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Safitri, saat berbicara dalam International Conference on Forest City di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu, mengakui bahwa ketiadaan pengakuan masyarakat adat oleh pemerintah daerah menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan IKN.
Padahal, menurut Myrna, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengakui masyarakat adat berdasarkan kebijakan nasional. Beragam instrumen regulasi telah tersedia, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Kami bukannya tidak ingin mengakui masyarakat adat, tetapi kami perlu mencari dasar hukum yang lebih kuat untuk mengakui mereka," ujar dia.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Baca juga: OIKN gandeng masyarakat adat lestarikan hutan Nusantara
Baca juga: OIKN gelar konferensi internasional soal kota hutan libatkan 12 negara
Masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adat, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal.
Mereka juga memiliki hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.
Pengakuan masyarakat hukum adat adalah pernyataan tertulis bupati atau wali kota atas keberadaan masyarakat hukum adat di wilayah masing-masing.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (PMPD) Kalimantan Timur, terdapat 185 komunitas masyarakat hukum adat yang tersebar di beberapa kabupaten di Kalimantan Timur.
Namun, baru lima masyarakat hukum adat yang diakui dan mendapatkan perlindungan dari pemerintah daerah.
Masyarakat adat tersebut adalah Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kayan Umaq Lekan di Desa Miau Baru, Kutai Barat; MHA Wehea di enam desa di Kecamatan Wahau, Kutai Kartanegara; MHA Basap Tebangan Lembak di Kecamatan Bengalon; MHA Long Bentuk di Kecamatan Busang; dan MHA Basap di Karangan Dalam.
Selain pengakuan masyarakat adat, IKN juga dihadapkan pada tantangan untuk memulihkan ekosistem yang terdegradasi, yang membutuhkan waktu lama dan upaya yang besar untuk memulihkannya.
Untuk itu, Myrna menekankan pentingnya kolaborasi dengan seluruh pihak untuk mewujudkan IKN sebagai kota hijau.
“Saya yakin kita tidak hanya ingin menjadikan IKN baik dari segi pemerintahan, tetapi juga bisa memberikan keadilan bagi lingkungan dan juga masyarakat,” pungkasnya.
Baca juga: OIKN: Emaar Properties dari UEA tertarik berinvestasi di IKN
Baca juga: Kepala Otorita IKN akan uji coba langsung taksi terbang di Samarinda
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024