... Perpres 105 dan 106 akan menambah rasa kejengkelan rakyat kepada penyelenggara negara."

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 105 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Paripurna kepada Menteri dan Pejabat Tertentu dan Perpres Nomor 106 tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pimpinan Lembaga Negara.

Alasan pencabutan Perpres itu, Presiden menilai, sudah tidak diperlukan lagi menyusul diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Peyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Pencabutan atau pembatalan kedua Perpres tersebut disampaikan sendiri oleh Presiden SBY dalam keterangan persnya seusai rapat terbatas kabinet di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (30/12).

Ramainya penolakan dua Perpres tersebut membuat Presiden Yudhoyono mengambil sikap dengan membatalkan Perpres itu.

Rapat terbatas di Istana Bogor tersebut dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono serta sejumlah menteri dan pejabat, diantaranya Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto.

Juga hadir Menteri Kesehatan Nafsih Mboi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin.

Sebelum dicabut, dua Perpres mendapat sorotan media mengingat para pejabat dinilai mendapatkan pelayanan asuransi kesehatan khusus dan istimewa, dikecualikan dalam program jaminan kesehatan BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) bidang kesehatan yang akan di mulai 1 Januari 2014.

"Kami juga mendengar kuatnya persepsi seolah ini diistimewakan, dianggap kurang adil, maka saya putuskan kedua perpres itu saya cabut dan tidak berlaku, karena semua akan diatur dalam BPJS dan SJSN Insya Allah akan dibelakukan pada 1 Januari 2014," kata Presiden di Istana Bogor.

Kebijakan tersebut diambil Presiden Yudhoyono seusai mendengarkan pemaparan dan masukan dalam rapat kabinet terbatas untuk mengecek persiapan dan kesiapan pelaksanaan BPJS bidang kesehatan.

Presiden dalam kesempatan itu mengatakan, seiring dengan dibelakukannya BPJS bidang kesehatan maka seluruh pejabat dan juga keluarganya akan turut serta dalam program tersebut.

"Kami berpendapat karena kita sudah punya sistem BPJS, kita integrasikan di situ, tidak perlu pengaturan secara khusus," kata Presiden.

Dalam kedua produk aturan itu sebelumnya diantaranya mencantumkan maksud dari pelayanan paripurna kesehatan kepada para pejabat negara, termasuk pelayanan asuransi kesehatan rumah sakit di luar negeri yang akan diganti oleh negara.

Ketua DPR Marzuki Alie mendukung keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 105 dan 106 tahun 2013 tentang fasilitas berobat ke luar negeri bagi para pejabat negara.

"Ya kita untuk menghilangkan polemik jadi batalkan saja," ujar Marzuki di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (31/12/2013).

Dia mengatakan, sebenarnya fasilitas pengobatan ke luar negeri bagi para pejabat negara sudah diatur dalam UU sebelumnya.

Agamawan dan tokoh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A. Hasyim Muzadi mengatakan, mendesak pemerintah untuk mencabut Perpres 105 tahun 2013 dan 106 tahun 2013 yang memberikan fasilitas berobat gratis kepada pejabat negara hingga ke luar negeri.

"Memberikan fasilitas keuangan negara kepada pejabat negara secara berlebihan di tengah kemiskinan ekonomi rakyat serta derita karena bencana alam adalah sebuah kedzaliman," katanya, melalui pesan elektroniknya.

Kedua perpres itu dinilainya, menyakiti nurani rakyat yang pada umumnya masih menderita dan dapat menjadi pemicu perlawanan rakyat.

"Para penyelenggara negara dan pejabat publik yang masih punya rasa tanggung jawab kepada rakyat hendaknya ada yang menolak fasilitas berlebihan tersebut, sekalipun jumlah pejabat seperti itu pasti sangat minoritas," katanya.

Seandainya pejabat negara meninggal dunia karena sakit, menurut dia, maka biarlah sang pejabat itu meninggal di Tanah Air bersama rakyat yang mengantarkannya menjadi pejabat.

"Perlu diingat pula, saat ini menjelang pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilihan presiden), maka Perpres 105 dan 106 akan menambah rasa kejengkelan rakyat kepada penyelenggara negara," katanya.

Oleh karena itu, mantan Ketua Umum PBNU yang dikenal dekat dengan tokoh lintas agama itu menyarankan kepada pemerintah, agar mencabut Perpres 105 dan 106 tahun 2013 demi keselamatan bersama.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga meminta pemerintah untuk mencabut Perpres Nomor 105 dan 106 tahun 2013 yang memberikan fasilitas berobat gratis kepada pejabat negara hingga ke luar negeri.

"Kita mengecam Perpres ini. Kita minta perpres itu dicabut sebelum dilaksanakan karena uang kita terancam dipakai pejabat," kata Said pada Refleksi Akhir Tahun 2013 di Jakarta.

Dia mengatakan, sebanyak 10,3 juta orang miskin pasti ditolak berobat karena tidak masuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan alasan tidak ada anggaran.

"Tapi, kenapa ada hak istimewa bagi pejabat untuk berobat gratis ke luar negeri. Kalau bicara kepentingan dirinya tidak ada alasan tidak cukup anggarannya tapi untuk 10,5 juta orang miskin tidak ada," kata Said.

Iqbal menegaskan, jika ada pejabat dan keluarganya yang berobat ke luar negeri gratis, pihaknya akan mendatangi rumah pejabat tersebut.

"Kalau perlu kita gerebek rumahnya karena uang kita dipakai," ujarnya.

Oleh karena itu, ia meminta Perpres tersebut dicabut karena dalam jaminan kesehatan semua masyarakat memiliki hak yang sama karena mereka membayar iuran dan tidak ada diskriminasi.

"Sekali berobat ke luar negeri berapa ratus orang bisa diselamatkan," demikian Said Iqbal.

Jaminan kesehatan menjadi salah satu isu utama yang dituntut oleh kalangan buruh agar pemerintah menjalankan jaminan kesehatan seluruh rakyat pada 1 Januari 2014 tanpa ada kelas-kelas lagi. (*)

Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014