Bogor (ANTARA News) - Ramainya wacana mengenai perlunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan reshuflle kabinet pada masa dua tahun pemerintahannya dinilai seorang analis politik dan studi ketahanan, terlebih dalam suasana bangsa dan rakyat Indonesia belum keluar dari krisis, tidak mempunyai kemanfaatan yang berguna bagi publik.
"Munculnya wacana dan isu reshuflle kabinet, setelah kita kaji dari pemerintahan ke pemerintahan pasca reformasi, cenderung sangat elitis, dan malah hanya melelahkan rakyat Indonesia. Padahal yang dibutuhkan adalah kesolidan bersama agar cepat keluar dari krisis yang ada," kata Mayjen TNI Glenny Kairupan, staf pengajar di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Dalam perbincangan dengan ANTARA di Bogor, Jumat, saat ditanya mengenai menguatkan kembali soal perombakan kabinet menjelang dua tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2006, ia mengemukakan bahwa rakyat Indonesia tidak mendapatkan banyak manfaat dari agenda-agenda semacam itu.
Menurut dia, krisis multi-dimensi yang masih melanda Indonesia --terlebih dengan bencana alam yang bertubi-tubi--mestinya menyadarkan segelintir elit politik yang hanya bernafsu memuaskan dahaga politiknya untuk menjadi menteri agar menyadari kondisi riil yang ada.
"Artinya, energi politik mereka, semestinya dipakai untuk menyumbangkan sesuatu agar rakyat Indonesia bisa keluar dari krisis dan menuju cita-cita sejahtera. Di sisi lain, pemimpin pemerintah pun harus punya ketegasan sikap dalam berbagai kebijakan pembangunan, sehingga tidak menguatkan pandangan adanya keragu-raguan," kata lulusan Akmil TNI-AD 1973, dan seangkatan dengan Presiden Yudhoyono itu.
Glenny Kairupan menegaskan bahwa performa kabinet saat ini, lebih banyak terkesan di publik muncul dalam bentuk rapat-rapat koordinasi, sehingga kerangka aksi kinerjanya juga semakin diperbincangkan. "Informasi yang saya peroleh, tidak sedikit anggota kabinet yang mengaku kebingungan juga," katanya.
Pada akhirnya, kata dia, jika kondisi di pemerintahan terlihat seperti kedodoran di level koordinasi, maka mau tak mau publik luas pun akan mengarahkan kesalahan kepada pemimpinnya, sehingga kondisi seperti itu harus segera diperbaiki.
"Kalau di pemerintahan dan kabinet koordinasinya telah diperbaiki, maka energi yang ada bisa dipakai bersama komponen bangsa yang lain untuk semaksimal mungkin memperbaiki taraf hidup rakyat Indonesia," katanya.
Mengingat wacana dan isu reshuflle kabinet yang telah berkali-kali muncul menjelang setiap tahun pemerintahan, ia melihat bahwa agenda semacam itu semestinya disudahi saja.
"Analis politik dan banyak tokoh-tokoh nasional telah banyak menyuarakan banyak tidak manfaatnya gonta-ganti menteri karena pejabat baru pasti kekurangan waktu untuk mengenali masalah yang diwenanginya, karena itu kesan isu ini elitis sangat kuat dan tak banyak membawa manfaat," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006