Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menerbitkan aturan baru mengenai objek pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Minyak Bumi, Gas Bumi dan atau Panas Bumi (PBB Migas), yang berlaku sejak 1 Januari 2014.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi dalam keterangan pers tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, menjelaskan aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013.
Chandra menjelaskan objek pajak dalam aturan baru yang dikenakan PBB Migas adalah bumi dan atau bangunan yang berada dalam kawasan, yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, serta panas bumi.
Dalam peraturan sebelumnya, objek pajak adalah bumi dan atau bangunan yang berada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, serta dimanfaatkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) dan atau pengusaha panas bumi.
Selain itu, juga ditegaskan mengenai areal yang tidak dikenakan PBB Migas yaitu areal tanah, perairan pedalaman, dan atau perairan lepas pantai, di dalam wilayah kerja atau wilayah sejenisnya yang tidak dikenakan PBB.
Hal tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU PBB dan atau yang secara nyata tidak dipunyai haknya dan tidak diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi atau Panas Bumi.
Sedangkan, dalam proses administrasi, peran dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menjadi lebih dominan dalam proses penatausahaan PBB Migas, serta wajib pajak harus menyampaikan SPOP dan LSPOP kepada KPP paling lama 30 hari setelah tanggal diterima SPOP dan LSPOP.
Chandra mengharapkan dengan penerbitan peraturan terbaru ini, maka kepastian mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas menjadi semakin jelas. Sehingga, tidak ada lagi polemik mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas atau objek pajak yang tidak dikenai PBB Migas.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013