Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyinggung "kebebasan pers" ala Amerika Serikat terkait dengan keputusan Pengadilan Tinggi Inggris yang membolehkan banding pendiri Wikileaks Julian Assange atas perintah ekstradisi ke AS.
Menurut Wang Wenbin, publik peduli atas nasib Julian Assange karena kasusnya menceritakan kepada dunia apa sebenarnya arti "kebebasan pers" ala AS yang sebenarnya memberikan penghargaan kepada mereka yang telah mengungkapkan apa yang dilakukan negara lain dan menghukum mereka yang mengungkap kesalahan AS.
"Sesungguhnya, bagi AS, kebebasan pers sama seperti 'demokrasi' dan 'Hak Asasi Manusia' hanyalah suatu alat untuk memburu para pembangkang dan melanggengkan supremasi AS. Inilah yang diajarkan kasus Assange kepada kita," katanya dalam dalam konferensi pers rutin di Beijing, Selasa (21/5).
Hak untuk banding pendiri Wikileaks Julian Assange dikeluarkan Pengadilan Tinggi Inggris pada Senin (20/5). Assange yang merupakan warga negara Australia itu telah lima tahun berada di penjara berkeamanan tinggi di Inggris atas 17 dakwaan spionase dan satu dakwaan penyalahgunaan komputer atas publikasi dokumen rahasia AS di Wikileaks hampir 15 tahun yang lalu.
Putusan pengadilan Inggris tersebut adalah kelanjutan hasil sidang pada Maret 2024 yang menyatakan Assange dapat mengajukan banding. Namun, banding tidak diperlukan jika AS menjamin Assange tidak akan menghadapi hukuman mati dan mendapat perlindungan kebebasan berpendapat yang sama seperti warga negara AS sebagaimana Amandemen Pertama konstitusi AS.
Pengacara Assange berpendapat bahwa kliennya adalah seorang jurnalis yang mengungkap kesalahan militer AS di Irak dan Afghanistan. Mengirimkan Assange ke AS hanya akan membuatnya terkena tuntutan bermotif politik.
"Julian Assange mungkin telah memenangkan putaran pertarungan melawan hegemoni AS, tapi apakah dia akan menang pada akhirnya? Dunia akan menyaksikannya," tambah Wang Wenbin.
Pemerintah AS mengatakan tindakan Assange lebih dari sekadar jurnalis yang mengumpulkan informasi, tetapi merupakan upaya untuk mencuri dan mempublikasikan dokumen rahasia pemerintah.
Pada Maret 2024, dua hakim menolak sebagian besar argumen Assange. Namun, hakim mengatakan bahwa ia dapat membawa kasusnya ke Pengadilan Banding Inggris, kecuali AS menjamin bahwa ia tidak akan menghadapi hukuman mati jika diekstradisi dan akan mendapatkan perlindungan kebebasan berpendapat yang sama seperti warga negara AS.
Pengadilan mengatakan bahwa jika Assange tidak dapat mengandalkan Amandemen Pertama AS, maka ekstradisinya tidak sesuai dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia yang juga memberikan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan media.
Pengacara yang mewakili Pemerintah AS mengatakan perilaku Assange "tidak dilindungi" oleh Amandemen Pertama.
Presiden AS Joe Biden mengatakan bulan lalu bahwa ia sedang mempertimbangkan permintaan Australia untuk membatalkan kasus tersebut dan membiarkan Assange kembali ke negara asalnya.
Baca juga: PM Australia desak AS dan Inggris hentikan ekstradisi Assange
Baca juga: Julian Assange menangkan hak banding dalam kasus ekstradisinya ke AS
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024