Fuzhou (ANTARA) - Suasana yang sibuk terjadi di sebuah fasilitas pengolahan ubi jalar di China timur setiap hari, lini produksi dan mesin yang menderum menyulap berton-ton ubi jalar segar menjadi keripik ubi jalar renyah yang dikemas rapi.

"Kami memiliki tiga lini produksi yang sepenuhnya terotomatisasi dan satu lini produksi menggunakan 20 ton ubi jalar segar per hari," kata Kepala Fujian Fengfeng Food Co., Ltd., Huang Baochun, yang berbasis di wilayah Liancheng di Kota Longyan, Provinsi Fujian, China tenggara.

Dijuluki sebagai "ibu kota ubi jalar", sejarah penanaman ubi jalar di Liancheng telah berlangsung selama ratusan tahun, dan saat ini wilayah tersebut memiliki area penanaman ubi jalar dengan luas sekitar 100.000 mu (sekitar 6.667 hektare).

Kini, Liancheng memiliki 58 perusahaan pengolahan dan penjualan ubi jalar, dan produk-produk ubi jalar yang diproduksi di wilayah tersebut menguasai lebih dari 80 persen pangsa pasar China. Pada 2023, nilai produksi Liancheng dalam kaitannya dengan seluruh rantai industri ubi jalarnya telah mencapai 14,5 miliar yuan (1 yuan = Rp2.209).

Bagi warga Liancheng, ubi jalar dulunya merupakan makanan pokok sehari-hari. Terletak di bagian selatan Pegunungan Wuyi, wilayah itu memiliki gunung-gemunung dengan luas lahan subur sekitar 16.953 hektare yang hanya mencakup 6,57 persen dari total luas lahan di wilayah itu.

Keterbatasan lahan subur tersebut sebelumnya menyebabkan kekurangan pangan di wilayah itu. Namun, ubi jalar telah diperkenalkan ke China pada pertengahan hingga akhir era Dinasti Ming (1368-1644), dan penduduk Liancheng, yang memiliki tanah kaya selenium, sinar matahari yang melimpah, dan curah hujan yang tinggi, mulai menanam tanaman itu untuk mengatasi masalah pangan mereka.

Dengan hasil panen yang tinggi dan rasa yang lezat, ubi jalar tidak hanya memenuhi dengan baik kebutuhan makan masyarakat setempat pada saat itu, namun, juga menjadi sumber kekayaan bagi mereka.

Pada 1990-an, ribuan pabrik kecil menjamur di wilayah tersebut, dan pabrik-pabrik itu terlibat dalam pembuatan ubi jalar kering. Untuk mendorong pengembangan industri pengolahan ubi jalar yang terstandardisasi, berskala besar, dan bermerek, pemerintah setempat mendirikan kawasan industri ubi jalar pada 2009, yang menyediakan berbagai layanan termasuk e-commerce, logistik, dan penanganan limbah.

Produk olahan ubi jalar dipajang di Liancheng, Longyan, Provinsi Fujian, China timur, pada 8 Mei 2024. (ANTARA/Xinhua/Wang Yihan)

Hingga saat ini, lebih dari 160 produk ubi jalar telah dikembangkan di wilayah itu, yang terbagi dalam 10 kategori termasuk makanan ringan, pakan hewan, minuman, dan kosmetik.

"Kami terus berinovasi untuk memenuhi selera konsumen yang terus berkembang," ujar Kepala Liancheng Funong Food Co., Ltd., Li Yanhua, sebuah perusahaan terkemuka yang berlokasi di kawasan industri tersebut, seraya menambahkan bahwa perusahaannya telah mengembangkan ratusan produk ubi jalar kering, termasuk produk-produk kesehatan yang rendah kalori, bebas zat aditif, dan bebas gula.

Pada 2021, sebuah institut penelitian industri ubi jalar didirikan dengan dukungan pemerintah daerah. Institut itu berfokus pada budi daya benih dan pengenalan varietas baru, serta menyediakan layanan pemeriksaan kualitas profesional bagi perusahaan ubi jalar setempat, yang secara lebih lanjut meningkatkan perkembangan industri ubi jalar.

Industri ubi jalar di Liancheng juga memanfaatkan tren perdagangan elektronik (e-commerce). Menurut seorang karyawan di Lianxun E-commerce Co., Ltd., sebuah perusahaan e-commerce lokal yang mengkhususkan diri dalam menjual berbagai produk pertanian, penjualan tahunan produk ubi jalar perusahaan itu telah mencapai 40 juta yuan.

Sementara itu, Zhang Yuanshan, kepala kantor e-commerce Liancheng, mengungkapkan bahwa produk ubi jalar di wilayah tersebut telah dijual di lebih dari 600 kota di China, dan juga diekspor ke sejumlah negara termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024