“Yang menyedihkan, banyak dari mereka yang pulang dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebanyak 127 WNI (Warga Negara Indonesia) kembali dalam bentuk jenazah tanpa pernah dilakukan penyelidikan mendalam mengenai penyebab kematian mereka,"
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI mengungkapkan bahwa lembaganya menyiapkan tiga strategi utama untuk memberantas jalur perlintasan tidak resmi (JTR) di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Asisten Deputi Pengelolaan Lintas Batas Negara BNPP RI Budi Setyono dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menyebut strategi pertama adalah melakukan penutupan total atau menutup jalur yang jarang digunakan.
Ia menjelaskan bahwa penutupan total dilakukan agar jalur tersebut tidak disalahgunakan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Strategi kedua, kata dia, menguatkan fungsi Customs, Immigration, Quarantine (CIQ) atau pengecekan barang, pemeriksaan dokumen keimigrasian, dan pengecekan kesehatan.
Menurut dia, salah satu cara penguatan fungsi CIQ adalah dengan mengintegrasikan pelayanan CIQ bersama satuan tugas untuk perlintasan yang digunakan masyarakat lokal secara periodik.
Selanjutnya, kata dia, meningkatkan status jalur perlintasan melalui diplomasi atau perundingan dengan negara tetangga, terutama untuk jalur yang menghubungkan wilayah administrasi kedua negara.
Ia mengatakan bahwa memberantas JTR di perbatasan diperlukan karena berdasarkan data BNPP RI pada 2023, tercatat 3.962 kasus deportasi dan repatriasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
Ia menjelaskan bahwa mayoritas kasus tersebut adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Yang menyedihkan, banyak dari mereka yang pulang dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebanyak 127 WNI (Warga Negara Indonesia) kembali dalam bentuk jenazah tanpa pernah dilakukan penyelidikan mendalam mengenai penyebab kematian mereka," ungkapnya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa kolaborasi antar lembaga dalam menghadapi kejahatan transnasional yang terorganisir di perbatasan penting untuk dilakukan.
"Kolaborasi dan integrasi sistem sangat penting karena kondisi saat ini menunjukkan setiap instansi hanya berfokus pada pencapaian program masing-masing. Hal ini mengurangi efektivitas dalam menghadapi kejahatan transnasional yang semakin canggih dan terorganisir," ujarnya.
Ia lantas mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemetaan BNPP terkait JTR di sepanjang perbatasan negara RI-Malaysia, yakni total 966 km luas perbatasan di Kalimantan Barat, lembaganya telah memetakan 106 JTR. Ia menyebut 81 di antaranya telah terverifikasi sejak 2020 hingga 2023.
"Jalur-jalur ini menjadi pilihan utama bagi tindakan kejahatan transnasional terorganisir karena pengawasan yang kurang ketat dibandingkan jalur resmi. Oleh karena itu, kita perlu strategi yang tepat untuk menutup atau mengawasi jalur-jalur ini secara efektif," katanya.
Sementara itu, ia juga mengatakan bahwa lembaganya menyoroti kasus PMI yang pulang dengan anak-anak tanpa status kewarganegaraan yang jelas, sehingga menambah kompleksitas masalah yang harus dihadapi.
Ia menjelaskan bahwa sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanganan kejahatan transnasional, BNPP RI juga turut aktif dalam forum regional ASEAN yang melibatkan pengelola perbatasan negara, dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan narkoba dan kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC).
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024