Jakarta (ANTARA) -
Menurut dua, di Amerika Serikat dan dunia Barat, esport tidak hanya sarana mencari prestasi, tapi sudah masuk ranah entertainment.
"Pengembangan di sana tidak lagi selalu tentang terkait hal teknis atau kemampuan bermain, tetapi mereka justru sekarang pengembangan soft skill bagi para pemainnya," kata Robertus usai menjadi pembicara dalam Scholastic & Academic Esports Bootcamp di Jakarta pada Selasa.
Dia meminta pemain-pemain profesional di Indonesia tidak bisa lagi hanya fokus mengembangkan permainan, tapi juga kemampuan lain seperti berkomunikasi sehingga bisa mendapatkan ganjaran lebih dari yang dikerjakan selama ini.
"Itu yang membuat para pemain di sana banyak label brand yang sudah menempel ke dirinya, ini berbeda jauh dengan di Indonesia," kata dia.
Baca juga: Tim Indonesia saling jaga asa untuk lolos ke final FFWS SEA 2024
Menurut Robertus, hambatan lain dalam mengembangkan ekosistem esport di Indonesia dalah peraturan dalam kontrak yang kerap berbenturan dengan aturan negara.
Kondisi itu merugikan para pemain dalam negeri. Peraturan kontrak yang dipermudah bisa membuat pemain mengembangkan diri, karir, soft skill, pengalaman, dan pengembangan karir di ranah yang berbeda, kata Robertus.
Dua mengajak semua pihak sama-sama mengembangkan esport Indonesia supaya ekosistem terbangun sehingga berdampak panjang kepada karir pemain dan pemangku kepentingan.
Scholastic & Academic Esports Bootcamp adalah kerja sama antara Akademi Garudaku, Network of Academy and Scholastic Esports Federations (NASEF), dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia.
Para peserta cxara ini yang mencapai seratusan mendapatkan materi dari sejumlah praktisi dan ahli esport, seperti player development specialist NASEF/USEF Bethany Pyles, Global Senior Vice President & Founder at UniPin Debora Immanuela, dan Chair of the IESF Equity Committee Diana Tjong.
Baca juga: EVOS dan Pop Mie terus dorong talenta muda di industri esports
Pewarta: Donny Aditra
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2024