Mereka duduk berdampingan melambaikan tangan kepada warga yang menonton arak-arakan dari Masjid Agung Sleman menuju Kantor Wilayah Kementrian Agama (Kanwil Kemenag) Kabupaten Sleman, tempat jalannya resepsi pernikahan.
Salah satu pasangan pengantin yang diarak gerobak sapi Rohman (19) warga Dusun Blembem, Hargobinangun, Pakem dengan pasangannya Safitri (18) ini mengaku senang mengikuti acara nikah massal itu, karena sama sekali tidak dipungut biaya.
"Kami cukup mendaftar saja dan tidak dipungut biaya. Senang, akhirnya bisa nikah," kata Rohman.
Prosesi pernikahan bertempat di dalam masjid Agung Sleman dengan dinikahkan 13 penghulu yang merupakan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) yang ada di Sleman.
Dalam mengikuti nikah massal itu, calon pasangan pengantin yang berasal dari keluarga kurang mampu itu tidak dipungut biaya. Sebab, semua telah dibantu dari Badan Amal Zakat Kabupaten Sleman, Darma Wanita dan koperasi karyawan Kanwil Kemenag Sleman.
"Kegiatan pernikahan massal yang digelar ini dalam rangka memperingati hari amal bakti Kementrian Agama ke-68, khususnya Kabupaten Sleman," kata Kepala Kanwil Kemenag Kabupaten Sleman Lutfi Hamid.
Pernikahan itu menarik, selain diarak menggunakan gerobak pengantin pria hanya diminta membawa satu pohon glodokan payung untuk pelengkap mas kawin berupa seperangkat alat sholat yang telah disediakan. Pohon itu pun selesai prosesi akan ditanam di tiga titik lokasi di sekitar Lapangan Denggung Sleman atas seizin Dinas Pekerjaan Umum.
"Maksud dari penanaman pohon supaya masyarakat kembali sadar tentang peran Kabupaten Sleman sebagai daerah penyangga air tanah bagi daerah lain seperti Yogyakarta dan Bantul," katanya.
Selain itu, souvenir yang dibagikan kepada tamu yang datang dalam prosesi resepsi bukan berupa pernak-pernik gantungan kunci, kipas, atau benda lain, melainkan beraneka pohon buah lokal yang ada di Sleman.
"Tujuannya tak lain untuk menjaga produk buah lokal di Sleman, sehingga masyarakat tidak tergantung buah impor," katanya.
Lutfi mengatakan, adanya kegiatan pernikahan massal itu mempunyai makna bahwa KUA tidak hanya sebagai lembaga, yang melegalisasi pernikahan, namun KUA merupakan institusi di masyarakat dan motor penggerek partisipasi pembangunan masyarakat dari beberapa aspek.
"Dalam hal ini memunculkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013