Jember (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Bagir Manan, menegaskan bahwa biaya perkara di Mahkamah Agung tidak bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena bukan merupakan uang negara melainkan uang klien. "Kalau biaya perkara memang masuk ke kas negara, tetapi itu bukan uang negara," ungkap Bagir Manan, di Jember, Kamis. Menurut dia, saat ini ada kesalahan persepsi terhadap biaya perkara, seperti dalam kasus pidana tidak ada biaya perkara, karena ditanggung negara, sedang dalam kasus perdata menjadi tanggung jawab klien yang berperkara. Sebab menurutnya, dalam kasus perdata yang diperjuangkan adalah milik pribadi sehingga pihak yang berperkara wajib membayar biaya perkara tersebut. "Kalau biaya perkara yang jumlahnya ratusan ribu hal itu bagian dari pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum, dan tidak bisa disamakan dengan biaya perkara,"tegasnya. Untuk itu, katas Bagir Manan, langkah yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan yang bersiberkukuh akan mengaudit biaya perkara di Mahkamah Agung tidak memiliki alasan mendasar. Sebelumnya diberitakan bahwa Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Anwar Nasution, bersikukuh akan memeriksaa MA terkait dengan biaya perkara yang hanya diedarkan pada surat keputusan. Sebab menurut Anwar, penerimaan negara bukan pajak (PNPB) diatur dalam undang-undangnya. Dia melihat bahwa pihak berperkara tingkat kasasi di Mahkamah Agung ditarik biaya Rp500 ribu dan Rp2,5 juta untuk peninjauan kembali, sementara dana yang disetor ke kas negara hanya Rp1.000 per perkara. (*)
Copyright © ANTARA 2006