Ada yang memang dari lama pasang seperti Gianyar, ada yang baru tahun lalu Badung tapi belum mulai menggunakan pendeteksi masalah atau kebocoran air Smart Water Grid Management

Denpasar (ANTARA) - Enam BUMD penyedia air bersih di Bali yaitu PDAM di Kabupaten Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Jembrana, memanfaatkan teknologi manajemen air Bima Sakti Alterra (BSA) untuk mencegah kebocoran air.

“Ada yang memang dari lama pasang seperti Gianyar, ada yang baru tahun lalu Badung tapi belum mulai menggunakan pendeteksi masalah atau kebocoran air Smart Water Grid Management (SWGM),” kata Direktur BSA Putri Respati di Denpasar, Senin.

Menurutnya di tengah gelaran World Water Forum (WWF) Ke-10 di Bali, pengelolaan air bersih secara digital penting diterapkan sebagai percontohan, sebab selama ini banyak kehilangan air dan pendapatan yang terjadi akibat kebocoran yang lama tertangani.

Putri menjelaskan penerapan teknologi manajemen air dapat mendeteksi aliran air dari PDAM yang mengalami kendala saat hendak mengalir ke pelanggan, perbaikan di PDAM kabupaten/kota mulai terasa sejak penerapan digitalisasi ini.

“Sebelumnya data-data mereka asumsi saja, tapi ketika implementasi digitalisasi mereka bisa tau datanya, setelah itu penerapan SWGM mereka bisa melakukan tindakan untuk menurunkan tingkat kebocoran,” ujarnya.

BSA melihat setiap PDAM di Bali memiliki permasalahan berbeda tergantung pada letak geografisnya, seperti di Karangasem yang merupakan dataran tinggi sehingga sumber airnya di bawah permukaan gunung.

“PDAM Karangasem akan banyak menggunakan biaya menaikkan air dengan pompa, mereka masalahnya di pompa bagaimana cara pemeliharaan pompa karena aksesnya ekstrem,” kata dia menjelaskan.

Kemudian di Bali daerah perkotaan akan sulit dalam distribusi air, sebab potensi masalah akan terjadi pada pipa mereka yang tertanam di jalan raya.

“Untuk yang sumber airnya di sungai, tantangannya di bagian produksi jadi bagaimana caranya mereka mengolah air karena kualitas air sungai kan kurang,” sambung Putri.

BSA yang saat ini dipercaya mengelola lebih dari 100 PDAM di Indonesia menilai digitalisasi terhadap air ini harus segera dilakukan di seluruh PDAM, sebab apabila potensi masalah kebocoran lambat ditangani maka tingkat kehilangan air minum akan terus bertambah.

Dari data mereka, tingkat kehilangan air minum tahun 2023 di Indonesia meningkat sebesar 0,18 persen dari semula 33,72 persen menjadi 33,90 persen.

“Angka ini setara dengan kehilangan air minum sebesar 1,74 miliar meter kubik, sehingga menyebabkan adanya potensi kerugian pendapatan atas penjualan air minum sebesar Rp9,7 triliun per tahun, untuk mengatasi masalah ini, diperlukan program penurunan kebocoran sampai memenuhi angka 25 persen sesuai dengan target nasional RPJMN 2020-2024,” kata dia.

Perusahaan teknologi manajemen air itu sendiri menerapkan teknologi PDAM Pintar terlebih dahulu dengan 12 modul yang membantu administrasi PDAM, setelah semua data terkumpul, mereka dapat mengembangkan SWGM yang merekam data real time dan membaca permasalahan di area penyaluran air.

“Kami percaya bahwa mengintegrasikan infrastruktur pengelolaan air, manajemen risiko, dan analisis data, akan memberikan kelayakan pengelolaan air untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih cepat dan operasional yang lebih lancar,” ujar Direktur Bima Sakti Altera itu.

Baca juga: Pemprov Bali tidak ingin tergesa-gesa batasi penggunaan air tanah
Baca juga: WWC: Penanganan masalah air tak bisa dilakukan secara sentralistik

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024