Jakarta (ANTARA) - Kemajuan teknologi menghadirkan pembaruan dalam bisnis bank di Indonesia, yakni dengan kehadiran bank yang memberikan pelayanan berbasis digital kepada nasabah atau disebut bank digital.

Perkembangan ekosistem bank digital ini didukung oleh kondisi perekonomian yang telah pulih setelah pandemi COVID-19.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 masih berada di tahap stabil di tengah ketidakpastian kondisi global maupun situasi dalam negeri di tahun Pemilu.

Hasil positif ini ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal 1 tahun 2024 tumbuh sebesar 5,11 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).

Bank Indonesia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 di atas 5 persen, dengan proyeksi dalam rentang 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen.

Faktor pendukungnya adalah peningkatan investasi khususnya di sektor pembangunan sejalan dengan berlanjutnya sejumlah proyek strategis nasional (PSN) termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca juga: SeaBank beri literasi keuangan dan bantuan CSR untuk difabel

Selain investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini juga akan didukung oleh permintaan domestik terutama dengan berlanjutnya pertumbuhan konsumsi, termasuk dampak positif penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dan makin berkembangnya aktivitas ekonomi pascapandemi COVID-19.

Pertumbuhan positif ekonomi Indonesia juga diikuti oleh kinerja perbankan yang stabil, ditunjukkan oleh peningkatan rasio return on asset (ROA) dan net interest margin (NIM) pada Maret 2024.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa ROA dan NIM per Maret 2024 masing-masing berada di level 2,62 persen dan 4,59 persen, meningkat dibandingkan bulan Februari 2023 yang masing-masing di angka 2,52 persen dan 4,49 persen.

Pada sektor bank digital, sejumlah bank telah melaporkan hasil kinerjanya pada kuartal 1 tahun 2024 di mana sebagian besar dari mereka berhasil mencetak laba. Salah satunya adalah SeaBank yang berhasil meraup laba sebesar Rp52 miliar pada kuartal 1 tahun 2024 atau tumbuh 238 persen secara tahunan.

Selain laba, kinerja positif SeaBank juga ditunjukkan dengan penyaluran kredit sebesar Rp18,2 triliun, rasio non-performing loan (NPL) terkendali di level 2,02 persen, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terhimpun sebesar Rp24,5 triliun.

Baca juga: Menilik peluang bank digital yang aman dan menguntungkan

Daya saing

Pengamat perbankan sekaligus ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abdul Manap Pulungan menjelaskan sejumlah bank, termasuk bank digital, yang berhasil mencatatkan laba didorong oleh tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi terutama pada momentum pemilihan umum, bulan suci Ramadhan, dan Hari Raya Idul Fitri.

"Bisa laba karena ada momentum pilpres, lebaran, dan puasa jadi orang meningkatkan konsumsi di kuartal ini," kata Abdul.

Menurutnya, bank digital memiliki keunggulan di bidang pelayanan yang telah terdigitalisasi. Akan tetapi dia mengingatkan bahwa bank-bank konvensional yang lebih besar kini juga sudah merambah ke sektor digital.

Oleh karena itu, bank digital didorong untuk meningkatkan daya saingnya salah satunya melalui penawaran layanan atau promo yang diberikan kepada nasabahnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi perbankan sekaligus dosen Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto menilai bahwa laba yang berhasil diraih bank digital pada kuartal 1 tahun 2024 menjadi sinyal bahwa mereka masih bisa bertahan di tengah persaingan dengan bank konvensional yang memiliki posisi kuat di sektor bisnis perbankan.

"Laba ini sebagai sinyal dapat bertahan. Mereka (bank digital) bisa survive to this date (hingga saat ini)," kata Doddy.

Salah satu di antara beberapa bank digital di tengah kompetisi dengan bank konvensional adalah SeaBank, mampu bertahan dengan mencetak laba sebesar Rp52 miliar pada kuartal 1 tahun 2024.

Baca juga: Sejarah Hari Oeang, dari barter sampai digitalisasi seperti SeaBank

Ilustrasi bank digital Seabank. (ANTARA/HO-Seabank)

Senada dengan Abdul, Doddy mengatakan faktor kunci dalam meningkatkan daya saing bank digital adalah memperkuat preposisi yakni memberikan penawaran berbeda dan lebih menarik dibandingkan kompetitor sehingga dapat lebih banyak menghimpun nasabah baru.

"Mereka harus bikin preposisi yaitu sesuatu yang ditawarkan ke nasabah yang bisa mereka kawal, jaga, dan tidak direbut sama bank lain dan itu yang harus dipikirkan," ujar Doddy.

Selain laba, salah satu faktor penanda kinerja positif perbankan digital adalah penerimaan Dana Pihak Ketiga (DPK) yakni simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri atas giro, tabungan dan simpanan berjangka.

Dalam laporan keuangan beberapa bank digital juga menunjukkan peningkatan pada perolehan DPK. Salah satunya adalah SeaBank yang hingga kuartal 1 tahun 2024 berhasil mengumpulkan DPK sebanyak Rp24,5 triliun.

Tren positif pada bisnis perbankan digital ini menjadi salah satu penanda bahwa transaksi di bank digital masih terbilang aman dan menguntungkan.

Pengamat perbankan INDEF Abdul Manap Pulungan menambahkan faktor pendukung yang berkontribusi dalam perolehan DPK bank digital adalah penawaran keuntungan dari pelayanan atau promo-promo menarik yang membuat nasabah menyimpan uangnya di bank tersebut.

Sementara itu, ekonom dan peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda faktor pendukung yang menarik nasabah baru kepada bank digital adalah penetrasi internet dan penggunaan perangkat mobile yang tinggi.

Menurutnya, bank digital berhasil menarik banyak nasabah baru, terutama dari kalangan muda dan segmen yang sebelumnya kurang terjangkau oleh perbankan konvensional.

Aliran DPK yang cukup besar, kata Nailul, salah satunya didorong program kemitraan bank digital dengan platform perdagangan elektronik (e-commerce) seperti yang dilakukan SeaBank dan Shopee.

"Shopee menawarkan SeaBank dengan suku bunga pengembalian sangat tinggi. Banyak yang tergiur untuk menabung di SeaBank," kata Nailul.

Baca juga: Seabank: Bank digital dorong perekonomian inklusif Indonesia

Pelayanan nasabah

Keamanan transaksi di bank digital salah satunya bisa terjamin dengan adanya peran pengawasan yang dilakukan oleh OJK.

OJK meminta bank digital untuk memperkuat perlindungan nasabah, mengingat banyak yang menerapkan bunga yang tinggi melebihi yang ditanggung Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) agar menarik nasabah dan meningkatkan dana pihak ketiga (DPK) mereka.

OJK mendorong bank digital menerapkan pelindungan nasabah yang meliputi transparansi, edukasi konsumsi, pengawasan dan regulasi, serta perlindungan data.

Kehadiran bank digital dalam sektor bisnis perbankan semakin membuka inklusifitas ekosistem ekonomi di tanah air.

Dengan perkembangan digitalisasi yang semakin pesat dan gaya hidup masyarakat yang semakin lekat dengan keberadaan teknologi, seakan menjadi pendorong bagi pelaku bisnis perbankan untuk beradaptasi dengan keadaan di masa kini yakni dengan mendigitalisasi layanan mereka.

Ilustrasi bank digital Seabank. (ANTARA/HO-Seabank)

Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong sektor jasa keuangan melakukan transformasi digital yang dipercaya memberikan keuntungan baik bagi nasabah maupun perbankan.

Salah satunya melalui OJK yang mengakomodasi digitalisasi sektor jasa keuangan termasuk perbankan dengan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum dan POJK Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

Ekosistem antara bank digital dengan layanan terdigitalisasi lainnya seperti e-commerce menjadi salah satu kunci bagi prospek bisnis bank digital ke depannya.

Dengan penggunaan internet dan perangkat gawai yang semakin masif di kalangan masyarakat saat ini, bukan tidak mungkin bahwa di masa depan seluruh bisnis perbankan akan sepenuhnya dijalankan di dalam ranah digital.


Baca juga: SeaBank Bagi-Bagi Tips Atur Keuangan Sehat di 2024, Mari Kita Coba!

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024