Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian mengatakan penumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak terjadi karena dokumen impor yang tak ada, bukan karena kendala persetujuan teknis sebagai syarat untuk mendapatkan perizinan.

"Menjawab isu penumpukan barang di pelabuhan, kami sampaikan bahwa yang tidak memiliki dokumen perizinan impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, harus mendapatkan pertimbangan hukum dari aparat penegak hukum. Tentunya langkah yang diambil tetap mengedepankan upaya kita untuk menjaga industri dalam negeri dan investasi,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan barang-barang tersebut masuk langsung melalui pusat logistik berikat, sehingga setelah aturan larangan dan pembatasan (lartas) diubah dari awalnya post-border menjadi border, maka barang-barang impor itu tertahan dan tidak bisa keluar dari pelabuhan.

Untuk mengatasi hal ini pihaknya akan memperoleh data pemilik kontainer yang menumpuk di kedua pelabuhan tersebut, supaya bisa dilakukan pengecekan internal, sehingga bisa diselesaikan dengan cepat.

Ia mengatakan pengecekan itu dilakukan secara teliti agar perizinan yang diberikan tepat sasaran dan tidak mengakibatkan banjir impor, karena akan berdampak pada laju penjualan industri dalam negeri.

"Ada kekhawatiran bahwa kontainer yang menumpuk tidak memiliki pertek/perizinan impor, atau bahkan memang tidak mengajukan permohonan setelah Peraturan Menteri Perindustrian mengenai pertek untuk masing-masing komoditas sebagai pendamping Peraturan Menteri Perdagangan," kata dia.

Ia menjelaskan, pihaknya sudah bersikap proaktif dengan mengusulkan pengaturan lartas dalam tiga kategori, yakni usulan relaksasi pengaturan lartas terhadap 39 pos tarif/Harmonized System (HS), usulan penambahan pengaturan lartas untuk total 67 pos tarif/HS, serta usulan perubahan pada barang komplementer, barang keperluan tes pasar, dan/atau barang untuk pelayanan purna jual (KTPPJ) dengan jumlah total keseluruhan sebanyak enam pos tarif/HS.

Hingga 19 Mei, Kemenperin menyatakan telah menerbitkan 1.766 pertimbangan teknis (Pertek) dari total 3.380 permohonan. Sedangkan 1.603 permohonan lainnya sedang dalam proses, dan 11 permohonan ditolak.

Adapun berdasarkan data pada Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), dari 1603 permohonan yang sedang dalam proses tersebut, 73,30 persen di antaranya telah dikembalikan kepada pemohon, hal ini karena adanya kekurangan data atau belum melengkapi persyaratan sesuai pengaturan dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin).

Sementara itu, berdasarkan data 17 Mei, terdapat 1.743 Pertek yang telah diterbitkan, 1.421 pengajuan merupakan Persetujuan Impor (PI) kepada Kementerian Perdagangan, dan 1.213 PI telah diterbitkan. Rata-rata persentase penerbitan PI oleh Kementerian Perdagangan adalah 69,5 persen.

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024