Jakarta (ANTARA) - Kota Jakarta menempati posisi teratas dalam indeks daya saing digital (digital competitiveness index) pada 2023 dalam laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI).

Laporan yang sudah dihadirkan selama empat tahun terakhir itu menyajikan hasil pemetaan, kesimpulan dan rekomendasi bagi para pemangku kebijakan untuk mewujudkan pemerataan digital untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital yang dimiliki Indonesia.

"Berdasarkan laporan EV-DCI dari tahun 2020 hingga 2023, DKI Jakarta secara konsisten memegang posisi teratas dalam indeks daya saing digital," kata Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.

Skor daya saing digital DKI Jakarta dalam empat laporan terakhir antara lain 73,2 (2022), 77,6 (2021), 79,7 (2020) dan 76,6 (2023). Sementara itu, di urutan kedua ada Jawa Barat, yang secara konsisten mencatat peningkatan skor setiap tahunnya.

Adapun Yogyakarta, Banten, dan Jawa Timur berada pada posisi lima teratas. Ketiganya mengalami kenaikan dan penurunan ranking setiap tahunnya.

Baca juga: Menkominfo: Daya saing digital RI naik bukti transformasi sukses

Secara garis besar, provinsi-provinsi Pulau Jawa masih mendominasi di peringkat atas didukung ketersediaan infrastruktur digital serta besarnya kontribusi ekonomi digital pada daerah tersebut.

Dalam empat tahun terakhir, temuan EV-DCI menunjukkan bahwa kesenjangan daya saing digital di Indonesia juga konsisten menurun.

Hal ini merujuk pada meningkatnya skor median indeks. Pada tahun 2020 EV-DCI mencatat skor median indeks sebesar 27,9. Angka tersebut terus naik pada 2021 menjadi 32,1, 35,2 pada 2022 dan 38,5 pada 2023. Peningkatan skor median menunjukkan perbaikan daya saing digital di provinsi peringkat menengah dan bawah.

Tren positif terkait daya saing digital juga ditunjukkan lewat menurunnya nilai "spread" di dalam laporan EV-DCI. Nilainya tercatat sebesar 62 pada 2020, kemudian turun menjadi 55,6 (2021) dan 48,3 (2022).

Pada pemetaan tahun 2023 terjadi peningkatan nilai "spread" menjadi 53,2, namun peningkatan ini disebabkan karena pemekaran jumlah provinsi.

Baca juga: Daya saing digital Indonesia naik ke posisi 45 dunia

Spread adalah selisih antara nilai tertinggi dengan nilai terendah yang digunakan untuk melihat rentang kesenjangan antara provinsi. Semakin tinggi nilainya,  maka semakin tinggi pula kesenjangan daya saing digital tiap provinsi.

"Kami yakin bahwa setiap pemangku kepentingan mempunyai peran untuk menciptakan keadilan digital yang merata bagi seluruh daerah di Indonesia," katanya.

Hak warga
Ia menilai, pemanfaatan teknologi digital harus bersifat inklusif karena ekonomi digital merupakan hak seluruh warga Indonesia.

"Dengan pembangunan ekonomi digital yang berkelanjutan, kami berharap Indonesia akan melahirkan jutaan talenta digital dari berbagai provinsi, kota, maupun daerah," imbuh Willson.

Pengembangan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, seperti misalnya, pembangunan infrastruktur terkait seperti pembangunan BTS 4G dan 5G, peluncuran satelit SATRIA-1, proyek Palapa Ring, serta pembangunan jaringan serat optik nasional, juga dinilai memegang peran penting dalam mewujudkan daya saing digital Indonesia yang merata.

Baca juga: ASEAN-BAC sebut transformasi digital tingkatkan daya saing ASEAN

Begitu pula gagasan dan penerapan program pendukung adopsi dan literasi digital seperti UMKM go-digital dan insentif bagi perusahaan rintisan (startup) yang turut memegang peran penting dalam mendukung ekonomi digital.

Kendati demikian, Willson mencatat, meski daya saing digital dalam beberapa tahun terakhir semakin merata, masih terdapat banyak pekerjaan rumah dan tantangan yang perlu diatasi oleh Indonesia.

"Laporan EV-DCI diharapkan dapat memberikan rekomendasi serta acuan dan kerangka berpikir bagi para pemangku kepentingan dalam mewujudkan keadilan digital di Indonesia," kata Willson.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024