Transfer teknologi sangat penting untuk menjadikan energi bersih terjangkau secara ekonomi.

Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Bidang Peningkatan Pengusaha Nasional Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Pradana Indraputra mengatakan bahwa transfer teknologi penting untuk mendukung transisi energi yang murah atau lebih terjangkau bagi negara berkembang.

“Transfer teknologi sangat penting untuk menjadikan energi bersih terjangkau secara ekonomi,” ujar Pradana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut terkait dengan greenflation atau ketidakseimbangan antara jumlah penawaran dan permintaan yang menyebabkan biaya transisi energi bersih menjadi tidak terjangkau secara ekonomi, disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) ke-60 yang diselenggarakan Rabu (15/3), di Kota Bandung, Jawa Barat.

Mengutip World Bank dan Our World in Data, Pradana memaparkan bahwa delapan negara dengan ekonomi terbesar, yang mencakup 30 persen populasi dunia, telah menyumbang 54 persen dari total emisi gas rumah kaca dari tahun 1998 hingga 2022.

Sementara itu, kata dia melanjutkan, 70 persen populasi dunia lainnya, yang sebagian besar adalah negara berkembang, harus menanggung beban yang sama yang disebabkan oleh 8 negara tersebut.

Terkait dengan hal itu, Pradana menegaskan bahwa dalam kolaborasi antarnegara, memperlakukan semua negara dengan cara yang sama adalah sesuatu yang tidak tepat, karena setiap negara mempunyai kapasitas, kemampuan, dan sumber daya keuangan yang berbeda.

"Kita harus memperlakukan setiap negara sesuai dengan kebutuhan dan kekuatannya, memastikan keadilan dan kesetaraan,” kata dia.

Menurut dia, negara-negara maju yang secara historis berkontribusi lebih besar terhadap emisi harus mendukung negara-negara berkembang dan membantu negara-negara berkembang dalam mencapai kemajuan dengan kecepatan yang sama.

“Ini adalah landasan fundamental dari kerja sama antarnegara," kata Pradana.

Menurut Pradana, pemerintah Indonesia juga harus berevolusi dari sekadar regulator, menjadi fasilitator dan matchmaker.

Ia menjelaskan bahwa Kementerian Investasi di Indonesia berwenang memberikan insentif fiskal, seperti tax holiday dan tunjangan.

“Transisi energi bersih merupakan salah satu kategori yang memenuhi syarat untuk menerima insentif ini. Kami dapat menawarkan pembebasan pajak kepada perusahaan hingga 20 tahun. Kami juga berencana untuk memperluas insentif ini ke semua praktik berkelanjutan, tidak hanya energi bersih,” kata dia pula.

Pendekatan holistik tersebutlah yang ia yakini sebagai kebijakan industri dan keuangan yang ramah lingkungan.

“Indonesia siap bekerja sama dengan negara lain dalam upaya ini," kata Pradana.
Baca juga: Gibran sebut transisi energi hijau tidak murah

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024