Jakarta (ANTARA) - Hasil studi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan kembali dan peningkatan keterampilan menjadi kunci untuk menciptakan pekerja Indonesia yang terampil dan kompetitif di sektor elektronik.
“Berinvestasi pada keterampilan dan kemampuan kerja perempuan dan laki-laki merupakan inti dari pasar kerja yang sehat,” kata Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, Simrin Singh, melalui rilis resminya di Jakarta, Kamis.
Temuan ILO tersebut terangkum dalam laporan yang bertajuk “Pengembangan Keterampilan dan Situasi Ketenagakerjaan Sektor Elektronik Indonesia”. Studi komprehensif tersebut menyoroti komitmen pemerintah Indonesia dalam mengembangkan angkatan kerja yang kompetitif dan terampil sejalan dengan spesifikasi kebutuhan sektor elektronik.
Studi yang memadukan metode kualitatif, analisis data sekunder, dan wawancara mendalam dengan para pengusaha dan pekerja dari lima perusahaan elektronik dilakukan bersama dengan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI). S
Studi juga terfokus pada tren industri, otomatisasi dan digitalisasi yang memberikan pengamatan menyeluruh mengenai kebutuhan sektor ini dari usaha kecil hingga industri berskala besar.
“Investasi ini, pada gilirannya, memperkuat produktivitas dan kualitas, seraya memastikan elemen-elemen mendasar dalam pekerjaan yang layak seperti akses terhadap perlindungan sosial dan kepastian akan pengupahan yang adil,” ucap Simrin.
Hadir pada peluncuran studi ILO, Deputi Bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, M. Rudy Salahuddin mengatakan pemerintah Indonesia telah memilih sektor elektronik sebagai salah satu sektor industri kunci yang dikembangkan untuk menghadapi pengembangan industri masa depan.
Sektor ini pun, sebutnya, merupakan bagian dari Making Indonesia 4.0 Road Map dan saat ini pemerintah sedang menjalankan prakarsa mendorong industri semi konduktor Indonesia agar terlibat dalam rantai pasokan global.
“Studi ini, karenanya, akan memberikan kami temuan dan rekomendasi utama dalam meningkatkan keterampilan dan kompetensi pekerja yang tidak hanya meningkatkan produktivitas tapi juga kontribusi sektor ini pada perekonomian nasional dan kapasitas ketenagakerjaannya,” ungkap Deputi Rudy.
Tak sampai di situ, studi turut membahas berbagai variasi tingkatan pengetahuan teknis dan non-teknis yang dibutuhkan untuk baik untuk pekerjaan dengan keterampilan tinggi maupun rendah.
Jika operator membutuhkan keterampilan teknis dasar, insinyur membutuhkan keahlian teknis yang lebih tinggi, keterampilan non-teknis dan kemampuan mengatasi masalah. Kedua kelompok ini harus meningkatkan literasi digital dan adaptabilitas mereka terhadap perubahan teknologi.
Studi juga menyerukan dunia usaha untuk memprioritaskan upaya mempertahankan pekerja dan berinvestasi dala kemampuan mereka melalui pelatihan keterampilan kembali dan peningkatan keterampilan (reskilling and upskilling).
Lembaga-lembaga pelatihan juga diminta harus memperluas kesempatan pembelajaran secara langsung di tempat kerja kepada lebih banyak orang dan memperkuat kemitraan industri untuk mempersiapkan secara efektif para lulusan menjadi angkatan kerja.
Baca juga: Kadin: Program pelatihan perlu diselaraskan dengan kebutuhan industri
Baca juga: Pemerintah fokus siapkan SDM terampil untuk industri semikonduktor
Baca juga: Indonesia luncurkan Program Nasional K3 tahun 2024-2029
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024