Ketua Kelompok Riset Restorasi, Replikasi Ekosistem Esensial, dan Kawasan Ekosistem BRIN Yongky Indrajaya mengatakan upaya pelestarian dan restorasi perlu dilakukan agar ekosistem karst tidak mengalami degradasi secara terus menerus.
“Replikasi ekosistem esensial di dalam kawasan konservasi juga menjadi salah satu strategi kunci dalam upaya ini (restorasi),” ujarnya dalam sebuah diskusi yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Yongky menuturkan ekosistem karst dengan keanekaragaman hayati dan fitur geologis yang unik memberikan kontribusi besar terhadap keberagaman lingkungan dan kehidupan manusia.
Namun, karst juga sangat rentan terhadap berbagai ancaman mulai dari aktivitas penambangan yang merusak hingga perubahan iklim yang tak terkendali.
Kerusakan pada ekosistem karst tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati tetapi juga mengganggu keseimbangan air bawah tanah yang sangat penting bagi masyarakat sekitar.
“Di tengah tantangan itu kelompok-kelompok riset terkait karst memainkan peran penting dalam mengembangkan metode dan strategi yang efektif untuk merestorasi. Penelitian yang dilakukan membantu kami memahami dinamika ekosistem karst dan menemukan pendekatan terbaik untuk memulihkan karst,” kata Yongky.
“Kawasan konservasi yang didesain dengan mempertimbangkan replikasi ekosistem karst dapat berfungsi sebagai laboratorium alami di mana teknik-teknik restorasi dapat diuji dan dimodifikasi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal,” imbuhnya.
Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Eko Haryono mengungkapkan tutupan vegetasi kawasan karst di Indonesia saat ini 78,99 persen dan luas lahan terbangun mencapai 2,97 persen.
Lokasi karst dengan luasan tertutup vegetasi paling rendah berada di Nusa Tenggara dan Jawa-Bali yang masing-masing berjumlah 39,92 persen dan 40,79 persen. Sedangkan, luas lahan terbangun paling tinggi berada di Jawa-Bali sebesar 18,95 persen dan Nusa Tenggara sebanyak 3,93 persen.
Kebutuhan manusia terhadap batu gamping membuat ekosistem karst semakin terhimpit. Konsumsi rata-rata masyarakat dunia terhadap batu gamping sebanyak 750 kilogram per kapita per tahun, sedangkan konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia terhadap batu gamping sebesar 360 kilogram per kapita per tahun.
Batu gamping yang berasal dari kawasan karst dipakai untuk gula, plastik, karet, pasta gigi, kertas, tekstil, farmasi, kosmetik, karpet, pupuk, pakan ternak, pemutih, baking powder, hingga industri peleburan mineral.
Baca juga: Unhas dan BRIN resmikan Pusat Riset Mikroba Karst
Baca juga: BRIN sebut perubahan iklim berdampak terhadap pertanian lahan kering
Baca juga: BRIN wadahi sains warga dalam memvisualisasikan danau di Indonesia
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024