Jakarta (ANTARA) - Pasca-pandemi COVID-19, negara-negara ASEAN berpacu kembali meningkatkan arus wisatawan ke zamin masing-masing. Cukup mengejutkan memang, yang menjadi pemenang dalam menggaet pelancong di antara negara ASEAN adalah Malaysia.
Hal yang menarik untuk ditelisik adalah Malaysia menjadi negara terfavorit tujuan wisatawan asing di ASEAN pada 2023, dengan mendaku keunggulan imigrasi.
Klaim atas keunggulan imigrasi ini, jika dibedah lebih lanjut dapat dikatakan bersifat subyektif karena bukan merupakan hasil suatu riset atau penelitian melainkan hanya pernyataan sepihak atas keberhasilan yang telah diraih. Oleh karena itu masih perlu dilakukan kajian atau penelitian yang obyektif dan valid.
Memang tak dapat dipungkiri beberapa kemudahan keimigrasian telah dilakukan oleh Malaysia.
Namun hal yang sama juga telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjenim) Kementerian Hukum dan HAM RI dengan berbagai terobosan, mulai dari Golden Visa, visa lima sampai 10 tahun, autogate hingga sistem online.
Untuk optimalisasi fungsi keimigrasian di sektor wisata, kebijakan Visa on Arrival (VoA) telah berdampak dalam upaya menjaring arus wisatawan asing pada destinasi di seluruh nusantara.
Kausanya, dengan adanya VoA terdapat akselerasi peningkatan jumlah wisatawan di beberapa destinasi.
Satu catatan penting yaitu pada tahun 2023, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Ditjenim mencatat rekor tertinggi. Hal ini juga berarti bahwa kinerja organisasi Ditjenim telah membuahkan hasil yang optimal.
Berikutnya, jika dicermati lebih dalam mengenai kuantitas wisatawan asing yang berkunjung ke Malaysia, jumlah paling banyak berasal dari Singapura, diikuti pelancong Indonesia, Thailand, China, dan Brunei, berdasarkan statistik pemerintah Malaysia.
Merupakan pekerjaan rumah kita bersama, ternyata turis yang datang ke Malaysia, pada urutan kedua ialah dari Indonesia. Sehingga menjadi tantangan tersendiri yaitu bagaimana membuat warga Indonesia lebih tertarik berwisata di negeri sendiri.
Menoleh sekilas secara historis gerakan cinta produk Indonesia, gerakan ini berawal dari kata berdikari sekitar tahun 1950an. Ringkasnya tahun 1985 dicanangkan gerakan cinta produk Indonesia yang terus berlanjut hingga saat ini.
Sebagaimana kebanggaan menggunakan jenama atau brand produk asing yang dapat direduksi maka kebanggaan tersendiri bila berlibur di negara lain pun, dapat diredupkan.
Gerakan cinta produk Indonesia dapat dijadikan praktik terbaik (best practice) dalam upaya melakukan pencerahan bagi warga Indonesia agar lebih tertarik dan bangga untuk beranjangsana di negeri sendiri.
Tentu saja, promosi mengenai kebanggaan untuk berpelesir di negeri sendiri dapat dimotori oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Enkulturasi dapat dilakukan secara masif dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Penyadaran ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal, berbagai platform media sosial dengan jenama Wonderful Indonesia.
Selain itu diperlukan persuasi secara terus-menerus yaitu dimulai dari menyentuh sisi rasa memiliki sebagai anak bangsa. Agar lebih mencintai keindahan objek wisata nasional.
Bila berekreasi secara domestik, dapat berimplikasi keuntungan ekonomi secara langsung untuk percepatan pembangunan nasional, yang tentu saja kemanfaatannya akan kembali ke pelancong domestik. Bukankah bila bertamasya ke negara lain berarti menyumbangkan devisa untuk bangsa lain.
Disadari ini memang tidak mudah karena membutuhkan kesadaran pribadi tiap individu, namun bukan berarti tidak bisa.
Pastinya, harus dibarengi dengan terobosan menurunkan harga tiket pesawat domestik agar lebih rendah dari harga tiket pesawat internasional.
Ilustrasinya maskapai penerbangan yang memberikan potongan harga tiket bagi turis lokal, akan menerima insentif pajak, yang merupakan wewenang Ditjen Pajak. Pasalnya salah satu alasan yang menjadikan warga +62 lebih memilih pelesir ke luar negeri karena harga tiket pesawat internasional yang lebih murah.
Bila dilakukan pembandingan atau benchmarking, terdapat alasan lain mengapa Malaysia yang menjadi destinasi utama di kawasan ASEAN, dan alasan tersebut dapat diadopsi sesuai kondisi Indonesia yaitu banyak tempat pakansi yang belum terjamah.
Sejatinya, bumi khatulistiwa memiliki panorama alam yang jauh lebih "wah" dan lebih beragam, namun belum terkelola dengan baik. Karenanya dibutuhkan pengelolaan lanskap yang lebih serius sehingga menarik bagi para pelawat dari mancanegara dan domestik.
Selanjutnya, berdasarkan laporan Travel dan Tourism Competitiveness menyebutkan bahwa keuntungan daya saing Indonesia adalah harga yang kompetitif, kekayaan sumberdaya alam (biodiversitas), dan adanya sejumlah lokasi warisan budaya.
Namun dengan kelemahan yaitu infrastruktur kurang layak, terutama di wilayah Timur Indonesia dan kurangnya konektivitas di dalam dan antar pulau di sejumlah daerah.
Untuk peningkatan infrastruktur salah satu upaya adalah dengan memaksimalkan dan menambah wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk akselerasi sektor industri dan pariwisata. Sehingga dengan sendirinya akan terjadi peningkatan kualitas/kuantitas infrastruktur untuk mobilitas lalu lintas orang/barang ke dan dari wilayah KEK, serta ketersediaan jaringan yang akan mempermudah akses informasi di area tersebut.
Hingga saat ini telah ditetapkan dan beroperasi 19 KEK di seluruh Indonesia. Dari 19 KEK hanya lima yang berlokasi di Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku dan Papua). Kemenparekraf perlu mendorong pemerintah daerah agar dapat mengusulkan daerah yang berpotensi secara ekonomi dan pariwisata ditetapkan sebagai KEK.
Sekarang ini keragaman hayati yang terdapat di wilayah Timur Indonesia masih banyak yang belum dieksplorasi, sehingga berpeluang untuk menjadikan sejumlah daerah diangkat sebagai KEK.
Sedikit menoleh ke belakang, beberapa tahun lalu Kemenparekraf RI telah melakukan riset terkait alasan wisatawan mancanegara tertarik berkunjung ke bumi pertiwi.
Hasilnya dinyatakan bahwa sebagian besar atau 65 persen pelancong asing hadir di bumi khatulistiwa untuk menyaksikan kebudayaan masyarakat Nusantara. Sedangkan hanya 35 persen turis asing yang tertarik dengan keindahan alam. Bila ditelaah, resume kajian ini dapat dijadikan dasar bagi akselerasi jumlah pelawat asing bertandang ke bumi pertiwi.
Keragaman suku dan etnis merupakan keunggulan budaya yang belum dikelola secara maksimal oleh Pemda setempat. Padahal menurut riset Kemenparekraf sebagian besar turis tertarik ke Indonesia karena faktor budaya masyarakat. Di antara ribuan desa wisata di tanah air, hanya terdapat tujuh desa wisata yang menjadi percontohan keberhasilan dari konsep sustainable tourism (wisata berkelanjutan).
Bukan berarti mengecilkan capaian yang telah diraih, namun hanya ingin agar semakin banyak desa wisata yang mumpuni secara ekonomi dan budaya menjadi pemicu turis bertandang ke desa wisata.
Agar terdapat akselerasi dalam sektor wisata, Kemenparekraf perlu melakukan penambahan jumlah desa wisata yang memenuhi konsep wisata berkelanjutan dengan empat kategori, yaitu pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, pemanfaatan ekonomi bagi masyarakat lokal, pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, serta pelestarian lingkungan. Target desa wisata dengan konsep wisata berkelanjutan yang representatif harusnya sudah mencapai angka puluhan desa.
Kemenparekraf secara nomenklatur tidak mempunyai kaki di daerah (Unit Pelaksana Teknis). Tentu saja ini akan menyebabkan realisasi program-program Kemenparekraf di daerah akan berjalan lebih lambat.
Untuk itu Kemenparekraf dapat menyiasati dengan memaksimalkan koordinasi bersama dinas pariwisata di seluruh Indonesia sebagai pemangku kepentingan dominan.
Saat ini terdapat 31 dinas pariwisata propinsi dan sejumlah dinas pariwisata kabupaten. Dinas pariwisata propinsi dan kabupatenlah yang bersentuhan langsung dengan penduduk di sekitar destinasi wisata.
Kemenparekraf perlu menggandeng lebih erat dinas pariwisata daerah yang potensi wisata masih belum diberdayakan secara maksimal. Strategi koordinasi rapat patut dibangun secara intens, periodik dan terjadwal melalui daring karena lebih efektif dan efisien dari segi waktu dan biaya.
Komunikasi ini dalam upaya menyelaraskan berbagai strategi pengembangan daerah wisata. Potensi pengembangan budaya dan peningkatan kualitas lingkungan desa wisata tentunya membutuhkan penanganan yang terprogram dan berkesinambungan.
Salah satu tugas dinas pariwisata yang dapat digarisbawahi adalah agar lebih fokus dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan budaya lokal. Kausanya saat ini, begitu banyak kearifan budaya lokal yang mulai tergerus arus modernisasi.
Berikutnya, terkait publisitas pariwisata Indonesia perlu dioptimalkan fungsi perwakilan RI di mancanegara.
Hingga kini Pemerintah RI memiliki 132 perwakilan, bila kampanye pariwisata dilakukan secara intens oleh perwakilan RI, tentu akan lebih banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke negeri ini.
Pariwara yang patut dikedepankan adalah promosi atas zona wisata yang potensial namun belum begitu dikenal warga dunia, tentu dengan memanfaatkan kegiatan digital marketing kekinian.
Akhirnya, selamat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2024, semoga Ibu Pertiwi selalu tersenyum bangga.
*) Fenny Julita adalah alumnus Magister Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Analis Keimigrasian Ahli Madya, Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.
Copyright © ANTARA 2024