Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) melaporkan kementerian/lembaga (K/L) yang sudah memahami pedoman umum (pedum) pelaksanaan program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) tahun 2023 capai 65 persen.
“Kalau di K/L ini yang sudah membaca dan sudah memahami ini (pedum) sudah mencapai 65 persen. Walaupun 65 persen ini mungkin bisa disebut rendah juga ya untuk memastikan bahwa seluruh K/L ini melaksanakan program kegiatannya yang menyasar dan konvergen untuk penanggulangan kemiskinan,” ucap Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Tirta Sutedjo dalam agenda Knowledge Forum dengan tema "Strategi Penanggulangan Kemiskinan: Tantangan Saat Ini dan Peluang di Masa Depan” yang dipantau secara virtual, Jakarta, Rabu.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan program PPKE, lanjutnya, Bappenas melakukan penandaan (tagging) program kegiatan (rincian output) yang berhubungan dengan kemiskinan ekstrem.
Baca juga: Bappenas ungkap hasil evaluasi integrasi program P3KE tahun 2023
Terkait dengan bantuan sosial (bansos), alokasi anggaran untuk penghapusan kemiskinan ekstrem tertinggi ada di Kementerian Sosial sebanyak 50 persen, Kementerian Kesehatan 30,8 persen, Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) 9 persen, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 8 persen.
“Hasil tagging menunjukkan bahwa di tahun 2023 ini, baru 3 persen anggaran PPKE yang ditujukan untuk kegiatan strategi peningkatan pendapatan, dan ini menjadi bottlenecking (ketidakmampuan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dengan baik) untuk proses graduasi yang akan dilakukan,” ujar dia.
Selain itu, berdasarkan pemetaan pada tahun 2023, masih ada tujuh K/L yang mendapatkan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 Tentang PPKE belum melaksanakan tagging. Di sisi lain, terdapat lima K/L yang tidak memperoleh amanat langsung dalam Inpres 4/2022, tetapi merekomendasikan tagging PPKE.
Menurut dia, perihal tagging ini perlu ditindaklanjuti dengan koordinasi untuk memastikan program-program yang dilaksanakan oleh K/L ditujukan guna mengatasi kemiskinan ekstrem.
Baca juga: Bappenas: Kerangka besar RPJMN 2025-2029 hapuskan kemiskinan ekstrem
Dia mengambil contoh salah satu Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) yang menunjukkan bahwa anggaran belanja Perjalanan Dinas (perjadin) dan jasa konsultan lebih besar daripada bantuan yang langsung sampai ke masyarakat guna mengatasi kemiskinan ekstrem.
Secara rinci, sebanyak 33 persen dari total anggaran dialokasikan untuk belanja yang diberikan kepada masyarakat, perjadin 23 persen, serta belanja jasa lainnya dan konsultan 24 persen.
Pihaknya menilai perlu ada pendalaman terkait urgensi dari kegiatan-kegiatan tersebut untuk dilaksanakan dan bagaimana dampaknya terhadap upaya menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem.
“Tentunya, dari hasil evaluasi pendalaman, ini diperlukan lagi redesign program, kemudian pemetaan identifikasi yang lebih mendetil kebutuhan masyarakat, serta bagaimana kita bisa bersama-sama melakukan pengendalian serta monev (monitoring dan evaluasi) secara rutin untuk memastikan belanja K/L dan juga belanja di pemerintah daerah ini bisa dilakukan secara efisien dan efektif,” kata Tirta.
Mengenai tagging, ia menilai masih perlu didalami lagi karena di K/L terdapat pula kegiatan yang secara langsung mendukung untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem, tetapi ada juga yang tidak secara langsung.
“Hal ini juga menyebabkan adanya risiko over estimasi perkiraan alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan,” ungkapnya.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024