Jakarta (ANTARA) - Di tengah hiruk-pikuk peradaban digital yang terus berkembang, perayaan Hari Buku Nasional pada tanggal 17 Mei menjadi momen penting untuk merenungkan peran serta transformasi literasi kesehatan.

Di era yang serba cepat ini, literasi kesehatan tidak hanya sekadar memahami informasi kesehatan, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks Transformasi Literasi Kesehatan 6.0, buku memiliki peran krusial sebagai jembatan pengetahuan yang memperkuat fondasi literasi kesehatan masyarakat.

Menurut Dr. Nila Djuwita F. Moeloek, seorang ahli kesehatan publik dan mantan Menteri Kesehatan Indonesia, kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi kesehatan adalah kunci utama dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Hal ini mengingatkan kita bahwa literasi kesehatan bukan hanya tentang akses informasi, tetapi lebih tentang kemampuan menginterpretasi dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan informasi tersebut.

Dalam menghadapi banjir informasi di era digital, buku-buku berkualitas menjadi sumber yang tak ternilai. Buku memberikan konteks, kedalaman analisis, dan kesinambungan pengetahuan yang sering kali tidak dapat diberikan oleh sumber-sumber informasi yang bersifat sementara atau superfisial. Oleh karena itu, pengembangan dan penyebarluasan buku yang berkualitas di bidang kesehatan menjadi sangat vital.

Para pakar literasi kesehatan juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembelajaran melalui bacaan, seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, pakar kesehatan masyarakat, bahwa pendidikan kesehatan yang efektif adalah yang mampu menginspirasi masyarakat untuk berubah, bukan hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan. Kalimat ini mengajak kita untuk tidak sekadar menjadi konsumen informasi, tetapi juga sebagai partisipan aktif dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat.

Transformasi Literasi Kesehatan 6.0 melalui buku di peradaban digital adalah tentang menciptakan ekosistem, dimana setiap individu memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, dan menggunakan informasi kesehatan secara efektif. Ini adalah tentang memperkuat otonomi individu dalam mengelola kesehatan mereka sendiri dengan dukungan informasi yang akurat dan terpercaya. Buku, dalam hal ini, berperan tidak hanya sebagai medium pengetahuan, tetapi juga sebagai alat pemberdayaan masyarakat.


Tantangan dan hambatan

Dalam perjalanan merayakan Hari Buku Nasional ini, kita juga harus memperhatikan tantangan yang dihadapi dalam menyebarkan literasi kesehatan. Salah satu hambatan terbesar adalah ketimpangan akses terhadap buku kesehatan yang berkualitas. Di banyak wilayah, terutama di daerah terpencil dan kurang mampu, akses terhadap sumber daya pembelajaran yang komprehensif masih terbatas. Oleh karena itu, perlu adanya inisiatif lebih lanjut untuk memastikan bahwa setiap individu, tidak peduli di mana mereka berada, memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi kesehatan.

Program-program perpustakaan keliling dan digitalisasi buku kesehatan dapat menjadi salah satu solusi kreatif untuk mengatasi masalah akses ini. Digitalisasi, khususnya, menawarkan peluang yang besar dalam era peradaban digital, memungkinkan penyebaran pengetahuan secara lebih luas dan cepat. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Amalia R. Miller, seorang pakar teknologi dan kesehatan, digitalisasi literasi kesehatan bukan hanya tentang memudahkan akses, tetapi juga tentang memastikan bahwa informasi yang didapat adalah relevan dan dapat diandalkan.

Kita perlu membangun kerja sama yang kuat antara pemerintah, institusi pendidikan, penerbit, dan masyarakat sipil untuk menciptakan dan mendistribusikan buku-buku kesehatan yang tidak hanya informatif dan mudah dipahami, tetapi juga sensitif terhadap kebutuhan dan konteks lokal masyarakat. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa transformasi literasi kesehatan tidak hanya terjadi di kota-kota besar atau di kalangan tertentu, tetapi juga merambah ke seluruh lapisan masyarakat.

Dengan memperkuat fondasi literasi kesehatan melalui buku, kita memberikan alat yang kuat untuk setiap individu dalam menghadapi tantangan kesehatan yang semakin kompleks. Hal ini akan memungkinkan masyarakat untuk tidak hanya bertahan dalam menghadapi tantangan kesehatan, tetapi juga untuk berkembang dan maju. Hari Buku Nasional bukan sekadar peringatan akan pentingnya buku, tetapi juga momentum untuk menyadari peran pentingnya dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.

Literasi kesehatan bukan hanya hak setiap individu, tetapi juga fondasi bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Hari Buku Nasional bukan hanya peringatan akan pentingnya buku, tetapi juga momentum untuk menyadari peran vitalnya dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.

Upaya ini memerlukan kerja sama yang erat antara berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, penerbit buku, dan komunitas harus bersinergi. Hanya dengan kerjasama yang kuat, kita bisa menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah terisolasi.

Digitalisasi buku kesehatan harus dipercepat. Ini bukan hanya tentang memperluas jangkauan, tetapi juga tentang memastikan kualitas dan relevansi konten. Setiap individu, dimanapun mereka berada, harus bisa mengakses informasi yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat.

Momentum Hari Buku Nasional juga harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi kesehatan. Setiap buku yang dibaca adalah langkah maju menuju masyarakat yang lebih terinformasi dan sehat. Mari kita gunakan setiap kesempatan untuk menyebarkan buku-buku berkualitas yang mendukung literasi kesehatan.

Kita harus ingat bahwa literasi kesehatan adalah lebih dari sekadar membaca dan menulis. Ini tentang memahami, mengaplikasikan, dan memanfaatkan informasi kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup. Setiap buku yang kita sebarkan bisa menjadi kunci untuk masa depan yang lebih sehat bagi kita semua.

Mari kita rayakan Hari Buku Nasional dengan komitmen untuk memperkuat literasi kesehatan melalui buku, membuka jendela yang lebih lebar untuk visi dan cahaya bagi kesehatan yang lebih baik bagi semua, seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Judith L. Green bahwa literasi adalah jendela dunia yang pertama dan paling penting; melalui literasi, kita bisa melihat masa depan kita.

Dengan terus berinovasi dan bekerja sama dalam mengembangkan sumber-sumber literasi kesehatan yang dapat diakses oleh semua, kita membuka jalan bagi sebuah masyarakat yang lebih berdaya, sehat, dan sejahtera. Ini bukan hanya hak setiap individu, tetapi juga fondasi bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Mari kita teruskan perjuangan ini, tidak hanya hari ini, tetapi setiap hari, sebagai langkah kecil untuk perubahan besar yang kita impikan.

*) Dokter Dito Anurogo MSc PhD (Cand.) adalah kandidat doktor di IPCTRM College of Medicine Taipei Medical University Taiwan, dosen tetap di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar, dokter pengampu telemedicine di SMA Negeri 13 Semarang, Ketua Komisi Kesehatan Ditlitka PPI Dunia, penulis puluhan buku, misalnya berjudul "The Art of Televasculobiomedicine 5.0", “The Art of Onconomics 5.0”, dan “Stem Cells Made Easy”, reviewer puluhan jurnal nasional dan internasional, trainer bersertifikasi BNSP

Copyright © ANTARA 2024