Demokrasi harus dilihat dari nilai, tujuan dan cara. Pemilihan pun ada dua, yakni `direct` dengan partisipasi masyarakat langsung, dan yang `indirect` itu yang melalui perwakilan, namun itu tidak mengurangi esensi demokrasi,"Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Dalam Negeri mengklaim kembalinya pemilihan kepala daerah melalui DPRD dari mekanisme secara langsung oleh rakyat, tidak akan mereduksi atau mengurangi substansi demokrasi.
Staf Ahli Mendagri Bidang Politik, Hukum dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnyzar Moenek di Jakarta, Kamis mengatakan pelaksanaan pilkada merupakan mekanisme yang memang dapat dikoreksi.
Selain mekanisme, masih terdapat aspek nilai dan tujuan demokrasi yang harus diperjuangkan.
"Demokrasi harus dilihat dari nilai, tujuan dan cara. Pemilihan pun ada dua, yakni direct dengan partisipasi masyarakat langsung, dan yang indirect itu yang melalui perwakilan, namun itu tidak mengurangi esensi demokrasi," kata dia, dalam Rapimnas Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi).
Kemendagri telah menyampaikan usulan pilkada langsung yang telah berjalan sejak 2005 dikembalikan melalui DPRD, dan kini masih dibahas pada RUU Pilkada dengan Komisi II DPR.
Kemendagri beralasan pilkada langsung menimbulkan kerentanan konflik horizontal, tingginya biaya pilkada, banyakanya gugatan sengketa Pilkada, disharmoni antara kepala daerah dan wakilnya, dan beberapa lainnya.
"Mendagri (Gamawan Fauzi,-red) sering menyampaikan mahalnya pemilihan kepala daerah. Di pilkada Jawa Timur kemarin hampir habis Rp700 miliar, Jawa Tengah kabarnya lebih dari Rp1 triliun. Bayangkan jika itu kita gunakan untuk pembiayaan pembangunan," ujarnya.
Menurut dia, asumsi dipertahankannya pilkada langsung untuk memperkuat demokrasi perlu dicermati pula dengan dampak konflik sosial yang selama ini timbul dari pelaksanaan langsung tersebut.
"Pilkada langsung meningkatkan eskalasi konflik sosial. Hingga Agustus 2013 timbul 75 korban jiwa, 256 luka berat dan banyak fasilitas umum yang rusak," ujarnya.
Tujuan demokrasi, kata dia, pada akhirnya untuk mencapai kesejahtaraan sosial, namun hal itu tidak tercapai melalui pilkada langsung.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor memilih pilkada tetap dipertahankan secara langsung oleh rakyat.
Dia menyoroti polemik pilkada langsung yang dianggap rentan politik uang dan juga melanggengkan politik oligarki.
"Jika diganti dengan mekanisme lain, apakah dapat dijamin tidak ada politik uang," ujarnya.
Mengenai politik oligarki karena pengutamaan sistem kekerabatan, dia menyarankan adanya rambu-rambu hukum yang jelas untuk mengatur dan membatasi politik kekeluargaan itu.
Pembatasan politik kekeluargaan itu atau yang juga dikenal dengan politik dinasti itu juga masih dibahas di RUU Pilkada dengan Komisi II DPR.(*)
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013