Jakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan Jakarta kini memiliki 23 alat sensor udara berbiaya rendah dan lima stasiun pemantau referensi tambahan guna mendapatkan data yang valid dan berkualitas terkait polusi.

"Dengan adanya data yang lebih banyak, maka pemerintah dapat lebih presisi dalam mengidentifikasi sumber polusi, mengomunikasikannya kepada publik dan membuka akses keterbukaan informasi yang lebih luas," kata Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Sarjoko di Jakarta, Selasa.

Sarjoko mengatakan bahwa membangun integrasi data kualitas udara dan kesehatan menjadi prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak beberapa bulan terakhir.

Hal ini dibuktikan, salah satunya melalui integrasi Sistem Elang Biru Jaya dan sistem Uji Emisi Kendaraan Roda 2 dan Roda 4 milik KIR Dinas Perhubungan.

Baca juga: Jalan kaki bisa kurangi produksi emisi

Menurut dia, sinergi tersebut memungkinkan pemerintah untuk mengintervensi emisi langsung dari sumbernya serta mendorong kepatuhan emisi gas buang kendaraan bermotor agar memenuhi standar.

Selain itu, pemerintah juga mengembangkan sistem peringatan dini risiko paparan polusi udara, mengkaji skema-skema disinsentif perparkiran, meningkatkan manajemen pelayanan transportasi dan implementasi konsep kawasan rendah emisi terpadu.

Di samping itu, masyarakat juga turut dilibatkan guna membantu mengurangi polusi udara, salah satunya melalui kampanye edukasi bertajuk “Udara Bersih Untuk Jakarta” yang diadakan Dinas Lingkungan Hidup bersama Dinas Kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Kampanye ini diadakan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Pandawa Tanah Tinggi, Jakarta Pusat pada Selasa ini dan di RPTRA Si Pitung Marunda, Jakarta Utara pada Senin (13/5).

Baca juga: UU DKJ, pemilik kendaraan di Jakarta disarankan bergarasi-uji emisi

Kegiatan tersebut merupakan salah satu rangkaian strategi tanggap darurat mengantisipasi potensi penurunan kualitas udara pada musim kemarau.

Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dr. Dwi Oktavia Handayani mengatakan pengendalian polusi udara memiliki banyak dimensi dan penanganan di hulu terhadap sumber emisi harus selaras dengan penanganan di hilir.

Pada tingkat tapak, aksi bersama masyarakat dapat dilakukan dengan mengurangi produksi emisi dari perilaku kecil. Misalnya lebih memilih jalan kaki ke warung atau pasar terdekat dari rumah.

Selain itu pilah-olah sampah tanpa pembakaran, memakai masker ke luar rumah ketika kualitas udara menurun, menggunakan transportasi umum dan melakukan uji emisi kendaraan pribadi.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024