Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa pengamatan OJK terhadap data dalam lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan suku bunga acuan atau BI-Rate tidak serta-merta berpengaruh signifikan terhadap suku bunga kredit perbankan.
"Karena bank juga harus mempertimbangkan kemampuan membayar debitur. Kalau sudah begini, tentu bank akan memiliki economic judgment tersendiri, apakah dia akan meningkatkan interest rate dengan risiko misalnya mungkin gangguan terhadap pengembalian atau dia justru mengurangi keuntungannya. Itu adalah semua tergantung bagaimana analisis dari bank masing-masing," kata Dian dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) April 2024 secara virtual di Jakarta, Senin.
Walaupun suku bunga acuan naik menjadi 6,25 persen, Dian mengatakan bahwa hal itu tidak berdampak terlalu signifikan pada suku bunga perbankan karena likuiditas perbankan pada saat ini masih sangat memadai.
Berdasarkan catatan OJK, likuiditas industri perbankan pada Maret 2024 memadai dengan rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 121,05 persen dan 27,18 persen, atau jauh di atas ambang batas (threshold) masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Kemudian, Dian juga mengingatkan bahwa OJK sudah menerapkan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) yang ketentuannya segera disempurnakan dalam waktu dekat. Melalui transparansi SBDK, masyarakat bisa membandingkan tingkat suku bunga antara satu bank dengan bank lain dengan lebih transparan.
Hal itu, imbuh Dian, secara agregat akan mendorong efisiensi di dalam konteks penatapan suku bunga.
Dari sisi intermediasi, OJK tetap optimis fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik di tahun yang penuh tantangan seperti saat ini.
Merujuk pada rencana bisnis bank (RBB), Dian mengatakan bahwa target pertumbuhan kredit menunjukkan optimisme yang cukup besar dengan rentang 9 persen hingga 11 persen.
"Ini (target pertumbuhan kredit dalam RBB) memang mungkin tidak tinggi atau tidak lebih tinggi dari tahun lalu, tetapi bisa dikatakan ini masih dalam area yang sangat optimistik bahwa kita akan mencapai double digit," ujar dia.
Sementara merujuk pada data realisasi kredit per Maret 2024, penyaluran kredit tercatat tumbuh 12,40 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp7.245 triliun atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 9,93 persen. Jika dibandingkan dengan posisi Desember 2023, kredit tercatat tumbuh sebesar 2,18 persen secara year-to-date (ytd).
Terkait biaya dana atau cost of fund, Dian mengatakan bahwa biaya dana relatif tidak banyak mempengaruhi penyaluran kredit perbankan. Hal ini terlihat dari realisasi kredit yang terus meningkat.
Meskipun terdapat kecenderungan bank memperketat standar penyaluran kredit, merujuk Indeks Lending Standard (ILS) Bank Indonesia, Dian memandang hal itu masih dalam konteks yang positif apabila bank semakin memperketat penyaluran kreditnya dalam pengertian yang lebih prudent. Ini, kata Dian, mencerminkan tingkat kehati-hatian perbankan dalam situasi saat ini.
"Dan jangan lupa, kalau kita lihat bersama, pertumbuhan penyaluran kredit itu memang harus dilakukan oleh setiap perbankan karena itu kan merupakan sumber utama pendapatan bank. Dan itu menjadi bantalan tentu saja dalam menutup biaya dan biaya dana maupun biaya operasional perbankan lainnya. Jadi jelas kalau kita masih melihat itu sesuatu yang tidak terhindarkan buat bank sebagai bisnis utamanya kredit, akan terus meningkatkan pemberian kredit," kata Dian.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024