Tanjung Selor (ANTARA) - Masyarakat adat Suku Dayak Tenggalan didampingi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengajukan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Tenggalan Desa Belayan, Kecamatan Malinau Utara ke Badan Pengelola Urusan Masyarakat Adat (BPUMA) Kabupaten Malinau.
“Pengakuan tentu agar masyarakat hukum adat diakui dan dilindungi sebagai subjek hukum, serta hak-hak tradisionalnya secara kontekstual berdasarkan ketentuan tersebut,” kata Yul Qari Manager KKI Warsi di Malinau, Kalimantan Utara Senin.
Ia melanjutkan, pengajuan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat ini sangat penting sebagai dasar untuk pengakuan wilayah kelola masyarakat.
“Sejak 2021 melakukan pendampingan di desa ini, masyarakat sangat ingin wilayah adat mereka bisa dikelola dengan skema hutan adat, salah satu skema Perhutanan Sosial sebagai bentuk pengakuan negara kepada masyarakat adat yang tinggal di wilayah itu,”kata Yul Qari Manager KKI Warsi.
Dikatakan Yul Qari, pengakuan hutan adat ini penting untuk melindungi hutan yang ada di wilayahnya, yang menjadi penyangga kehidupan masyarakat Belayan.
Untuk melakukan pengusulan masyarakat hukum adat ini, telah dilakukan pemetaan sosial dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) untuk mengumpulkan data terkait hukum adat yang berlaku di masyarakat hukum adat suku Dayak Tenggalan.
Data ini dihimpun sejak 2022 hingga akhir 2023, menjadi data riset yang menjadi acuan pengusulan pengakuan masyarakat hukum adat suku Dayak Tenggalan.
Perlindungan Adat dan Hutan
Kepala Desa Belayan, Midun Haris mengatakan pengusulan ini sebagai upaya perlindungan adat dan hutan yang dimiliki Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Tenggalan.
“Kami harap Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Tenggalan bisa diakui legalitasnya secara hukum dan negara yang berlaku,” ujarnya.
John F. Rundupadang, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malinau mengapresiasi masyarakat adat Suku Dayak Tenggalan yang telah mengajukan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Tenggalan.
Apresiasi ini diberikan kepada Masyarakat yang sudah berkomitmen menjaga Kawasan hutan, yang berujung pada usulan pengakuan hutan adat pada negara.
Pengusulan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Tenggalan Desa Belayan telah disetujui oleh BPUMA Kabupaten Malinau. Berkas pengajuan ini masih dalam proses perbaikan dan masukan dari berbagai pihak selama 90 hari kerja.
Baca juga: OIKN fasilitasi Ritual Adat Dayak-Paser sebagai restu pembangunan IKN
Setelahnya, jika berkas pengajuan sudah dinyatakan lengkap Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Tenggalan Desa Belayan sudah bisa mendapatkan SK Bupati Malinau terkait pengakuan dan perlindungan.
Langkah selanjutnya, adalah pengurusan SK Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Adat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dengan begitu, masyarakat bisa memiliki akses kelola hutan secara lestari.
Sejarah Dayak Tenggalan Desa Belayan
Masyarakat adat suku Dayak Tenggalan di Desa Belayan, Kecamatan Malinau Utara, Kabupaten Malinau, berasal dari Sungai Sembakung di Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan.
Merunut ke asal usulnya, Suku Dayak Tinggalan Desa Belayan Berasal dari Sungai Sembakung (Linuang) di Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan. Namun, karena mereka memiliki kebiasaan hidup berpencar dan berpindah dari satu wilayah ke wilayah lainnya, maka persebaran dari suku Tenggalan ini terus tersebar hingga ke Sungai Semendurut (Sadimulut) tepatnya di wilayah Alung Pulu (hulu sungai Semendurut) dan menjadi kesatuan desa yang disebut desa Belayan di Kabupaten Malinau.
Keberadaan masyarakat adat suku Dayak Tenggalan diakomodir Pemerintah Kabupaten Malinau melalui Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau, bersama dengan suku-suku lainnya yang hidup di Kabupaten Malinau.
Mewarisi nilai yang diturunkan nenek moyangnya, masyarakat adat Suku Dayak Tenggalan hingga kini masih memiliki hukum adat yang dipatuhi semua masyarakat adat Tenggalan Desa Belayan, termasuk dalam pengelolaan wilayah adat dan tatanan sosial.
Hingga kini, hukum adatnya dipatuhi oleh masyarakat termasuk yang berkaitan dengan penyelesaian permasalahan sosial hingga konflik. Dalam menjalankan hukum adat ini, masyarakat adat Suku Dayak Tenggalan memiliki perangkat kelembagaan adat yang menjalankan tugas dalam menerapkan pelaksanaan hukum adat.
“Dengan nilai-nilai dan kelembagaan tersebut, penting adanya pengakuan masyarakat hukum adat Tenggalan,” kata Yul Qari lagi.
Baca juga: Pemprov Kalsel: Dayak Borneo sebagai saksi kekayaan budaya
Pewarta: Muh. Arfan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024