Selama ini Indramayu surplus padi dari tahun ke tahun karena produksi gabah hasil panen selalu di atas 1 juta ton per tahun,Indramayu (ANTARA) -
Saban hari para petani di daerah, termasuk di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, rela terpanggang terik Matahari untuk mengolah sawah, demi memastikan padi tumbuh sempurna dengan asupan nutrisi tanah yang tercukupi.
Pada umumnya, padi yang bagus dapat dipanen setelah berusia lebih dari 3 bulan atau 100 hari sejak proses penanaman. Akan tetapi, ciri fisik utamanya adalah ketika gabah tampak berwarna kuning keemasan.
Selama proses panjang itu, petani selalu menjaga dan melindungi ladangnya agar terbebas dari serangan penyakit maupun hama.
Mereka acap kali bermalam di sawah, sembari memantau padi terus menggembung menyimpan zat pati yang diperlukan sehingga menghasilkan beras melimpah untuk mengenyangkan perut semua orang.
Namun, untuk menunjang hasil terbaik dari pertanian di Indramayu, diperlukan lebih dari sekadar kerja keras petani. Salah satu kunci utamanya adalah memastikan pasokan air yang optimal.
Merawat banyu
Air, bagi petani, adalah nyawa yang menghidupkan setiap jengkal lahan sawahnya. Mereka telah belajar pahit getirnya pengalaman bahwa setiap tetes air sangat bernilai untuk keberlanjutan usahanya.
Oleh karena itu, petani di Indramayu selalu memperlakukan air dengan penuh hormat dan tanggung jawab.
Sebagian besar dari mereka bahkan telah menerapkan sistem pengairan tradisional yang efisien sehingga banyu atau air dapat mengalir dengan lancar dan tepat sasaran ke lahan pertanian.
Selama dua kali musim tanam dalam setahun, petani di desa tersebut akan berembuk untuk mendiskusikan terkait teknis pengairan yang dibagikan secara merata ke sawah mereka.
Saluran irigasi itu terintegrasi dengan Sungai Cimanuk sehingga suplai air untuk areal persawahan relatif aman setiap tahunnya.
“Mereka bermusyawarah agar banyu (air) bisa mengalir ke sawah. Kemudian disepakati dengan pembagian 1/12 hasil panen yakni 1 kuintal padi untuk pemilik pompa dan 12 kuintal bagi pemilik sawah,” katanya.
Berkat kepercayaan yang terjalin harmonis antara petani dan pemilik pompa, pasokan air untuk setiap hektare lahan sawah di wilayah tersebut bisa terbagi secara adil.
Benih padi yang telah ditanam selama 3 bulan sebelumnya, kini sudah dipanen dengan kuantitas produksi sekitar 8-10 kuintal gabah pada setiap 100 bata (satu bata setara 14 meter persegi) lahan sawah.
Sunadi (58), petani setempat, menilai keberlangsungan sektor pertanian di desanya sangat bergantung pada ketersediaan air dengan pengelolaan yang bijaksana.
Pengelolaan itu tidak hanya menjamin tanaman padi mendapatkan pasokan pengairan yang cukup, tetapi juga memperhatikan kualitas air.
Pencemaran air dapat merusak ekosistem, termasuk mengganggu siklus penanaman padi. Oleh karenanya, menjaga air bersih dan bebas dari polusi adalah tanggung jawab bersama, baik bagi petani, pemerintah daerah, maupun masyarakat lainnya.
“Banyu itu nyawa bagi tanaman dan banyu bukanlah sumber yang tak terbatas. Terlalu sering kita lihat sungai-sungai menjadi kering. Inilah mengapa merawat air menjadi begitu penting,” tuturnya.
Pada musim rendeng sekarang, petani di Desa Plumbon tengah merasakan berkah atas keberhasilan mereka dalam mengolah sawah. Setiap bulir padi yang menguning, dipanen untuk selanjutnya diproses sebagai bahan pangan pokok masyarakat.
Rata-rata sawah di desa itu dikelola secara perorangan, tetapi terdapat satu petak lahan yang disakralkan karena menjadi simbol perjuangan para petani terdahulu.
Yani Nuryani, tokoh masyarakat desa setempat, menyebutkan lahan itu bernama Sawah Buyut Lumbung Dalem yang luasnya hanya 150 bata.
Kendati lahannya kecil, sawah keramat tersebut dahulu pernah memiliki peran vital dalam menghasilkan beras untuk memasok kebutuhan logistik para prajurit di Batavia (sekarang Jakarta) saat berperang melawan penjajah.
Setiap tangkai padi dijadikan bibit (indung), kemudian disimpan dengan rapi di dalam lumbung kuno. Penduduk di desa itu percaya bahwa panen di sawah keramat tersebut bisa menjadi cerminan dari kualitas padi yang dihasilkan di wilayah Indramayu.
Air untuk lumbung pangan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Kabupaten Indramayu memiliki luas panen tanaman padi mencapai 231.354 hektare pada 2023, sedangkan tingkat produktivitas padi pada tahun tersebut di kisaran 8,6 ton per hektare.
Mengacu dari data itu, tak ayal bila wilayah ini disebut sebagai salah satu lumbung pangan di Jabar.
Pemerintah Kabupaten Indramayu mengestimasikan produksi padi bisa menyentuh angka sebesar 1,8 juta ton gabah kering panen (GKP), atau setara dengan 1,47 juta ton gabah kering giling (GKG) untuk tahun 2024. Adapun target produksi berasnya yakni sebanyak 926.780 ton.
Selama ini Indramayu mengalami surplus padi maupun beras dari tahun ke tahun karena produksi gabah hasil panen selalu di atas 1 juta ton per tahun.
Demi memastikan kelangsungan produksi padi di Indramayu, Pemerintah Pusat telah mengambil langkah proaktif dengan menjamin ketersediaan air untuk lahan pertanian.
Sebagai contoh, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menuntaskan pembuatan Embung Wanakaya di Indramayu dengan kapasitas 101.800 meter kubik yang bisa memasok air untuk lahan pertanian seluas 777 hektare.
Cadangan tampungan air di embung itu nantinya dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan pengairan pada waktu diperlukan, utamanya saat musim kemarau tiba.
Pemerintah juga telah meresmikan Bendungan Sadawarna pada Desember 2022. Bendungan itu difungsikan untuk menyokong air irigasi pada areal persawahan seluas 4.284 hektare di tiga kabupaten yakni Subang, Sumedang, dan Indramayu.
Berbagai langkah tersebut dilakukan Pemerintah tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan air saat ini, tetapi juga untuk melindungi masa depan pertanian yang berkelanjutan di Indramayu.
Memelihara ribuan hektare sawah padi di Indramayu bukanlah pekerjaan yang mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Ada tanggung jawab yang harus diemban bersama, baik oleh petani, Pemkab Indramayu, serta otoritas terkait lainnya, khususnya dalam mengoptimalkan pengairan untuk lahan pertanian saat musim kemarau.
Bupati Indramayu Nina Agustina menyampaikan untuk menerapkan pengelolaan air yang efisien, pihaknya telah menggulirkan sejumlah program.
Misalnya, melaksanakan kegiatan gilir giring air pada sistem pengairan lahan persawahan sehingga dapat berjalan maksimal tanpa adanya gangguan dari pelaku mafia air.
Program tersebut terbukti efektif dalam mengurangi risiko terjadinya puso pada 2023 yang disebabkan dari adanya fenomena El Nino.
Pengelolaan air pun diterapkan melalui pola Climate Smart Agriculture (CSA) yang dilaksanakan di Kecamatan Sukra, Patrol, Kandanghaur, Bongas, Gabus Wetan, Haurgeulis, dan Gantar.
Penerapan CSA akan dikembangkan juga di Kecamatan Lelea, Cikedung, Widasari, Sliyeg, Jatibarang, Tukdana, dan Sukagumiwang dengan masing-masing sawah demplot seluas 1 hektare.
Program lainnya yakni memberdayakan masyarakat petani, agar ikut serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier sehingga pasokan air terbagi sesuai kebutuhan.
“Kami juga segera melaksanakan program Irigasi Padi Hemat Air (IPHA), setelah selesainya pekerjaan modernisasi rentang kiri oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung pada 2026. Nantinya dilaksanakan teknologi IPHA di 36 ribu hektare wilayah rentang kiri,” ungkap Nina.
Di samping itu, Pemkab Indramayu menyiapkan dan merehabilitasi Jalan Usaha Tani sebanyak 78 unit sampai 2023, yang anggarannya bersumber dari APBD dan APBN.
Pemkab Indramayu berkomitmen membantu petani dalam segala aspek, utamanya terkait optimalisasi pengairan ke areal persawahan.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024