Tanjungpinang (ANTARA) - Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN RI Novian Andusti menyebut perilaku seseorang sangat berpengaruh terhadap risiko stunting atau gizi buruk di lingkungan masyarakat.
"Tanpa kita sadari, perilaku hidup sehari-hari amat berpengaruh terhadap stunting, jangan dikira tak ada pengaruh," kata Novian Andusti di Tanjungpinang, Kepri, Senin.
Ia mencontohkan banyak kalangan anak remaja puteri yang saat ini mengalami kekurangan hemoglobin (Hb), sehingga memicu terjadinya anemia yang kemudian dapat menimbulkan sejumlah keluhan dan gangguan kesehatan.
Kekurangan Hb pada anak remaja salah satunya dipicu kurangnya konsumsi makan makanan bergizi, namun sebaliknya lebih banyak makanan nonbergizi agar tetap terlihat langsing atau dikenal kutilang (kurus, tinggi dan langsing).
"Padahal pola hidup seperti itu tidak bagus bagi remaja puteri, karena ketika tubuh mengalami anemia hingga berat badan tidak ideal, maka saat hamil berpotensi melahirkan anak stunting," ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti terkait adanya orangtua atau kaum ibu enggan menyusui anak yang baru lahir.
Padahal, menurut Novian, anak harus mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif pada enam bulan pertama pascakelahiran, tanpa dicampur dengan makanan lainnya.
Setelah enam bulan, anak baru boleh diberikan makanan pendamping selain ASI. Pola asuh orang tua yang baik terhadap anak, merupakan hal penting dalam mencegah kejadian stunting.
"Asupan ASI murni di enam bulan pertama itu sangat menentukan kondisi kesehatan anak baru lahir," ungkapnya.
Oleh karena itu, Novian menyarankan para remaja puteri, ibu menyusui, ibu hamil hingga ibu yang memiliki anak bayi supaya lebih banyak mengonsumsi makanan bergizi untuk menghindari stunting pada anak.
Apalagi untuk wilayah Kepri, lanjut dia, dengan kondisi geografis 96 persen lautan memiliki kekayaan sumberdaya ikan melimpah untuk memenuhi asupan gizi masyarakat, terutama bagi anak-anak remaja, calon pengantin hingga ibu rumah tangga yang merawat anak bayi.
Novian mengutarakan konsumsi ikan dapat mencegah kasus stunting pada anak, karena ikan mempunyai kandungan protein yang tidak kalah hebatnya dengan daging sapi maupun ayam.
"Ikan juga bisa diolah dalam bentuk variasi menu makanan olahan lainnya, sehingga masyarakat jadi lebih gemar makan ikan guna mencegah stunting," ucapnya.
Novian turut menambahkan bahwa angka stunting secara nasional turun sekitar 0,1 persen di tahun 2024.
Sementara, data perkembangan stunting khusus wilayah Kepri masih menunggu rilis resmi dari BKKBN RI. Tahun lalu, stunting di Kepri sebesar 16,08 persen.
Baca juga: Kepala BKKBN sebut IKN dapat jadi contoh nol stunting
Baca juga: BKKBN: Orang stunting berpotensi berpenghasilan 22 persen lebih rendah
Pewarta: Ogen
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024