Semarang (ANTARA) - Diskursus calon anggota legislatif (caleg) terpilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mundur atau tidak ketika menjadi peserta pemilihan kepala daerah (pilkada), tampaknya merupakan reedukasi (pendidikan ulang) politik.
Perbincangan sejumlah pihak, termasuk pakar dan pemangku kepentingan kepemiluan, soal mundur atau tidak caleg terpilih maju Pilkada 2024, tidak saja menambah pengetahuan publik, tetapi juga bagian dari kontrol yang nyata dalam menjaga keberlangsungan praktik pemilihan yang jujur dan adil (jurdil) serta demokratis.
Apalagi, Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota (PKPU Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah) pada tahun 2024 belum diterbitkan.
Menengok aturan main pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017, tidak ada kewajiban calon anggota legislatif (caleg) terpilih mengundurkan diri apabila yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah.
Di dalam PKPU itu disebutkan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), atau DPRD (tingkat provinsi dan kabupaten/kota) sejak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus buat pernyataan tertulis pengunduran diri sebagai anggota legislatif. Dalam ketentuan ini, tidak ada frasa "calon anggota DPR, anggota DPD, atau anggota DPRD terpilih".
Payung hukum PKPU Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Khusus mengenai aturan main apakah caleg terpilih wajib mundur atau tidak jika maju pada Pilkada 2024, ditegaskan dalam UU Pilkada Pasal 7 ayat (2) huruf s hanya anggota legislatif atau bukan caleg terpilih.
Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Nur Fauzi Ramadhan dan Ahmad Al Farizy, lantas mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencari kepastian apakah caleg terpilih wajib mundur atau tidak setelah mereka menjadi peserta Pilkada 2024.
Kendati Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya terkait dengan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada terhadap UUD NRI Tahun 1945, pemangku kepentingan kepemiluan perlu membaca Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXII/2024 secara menyeluruh.
Sebelum KPU RI menyusun Rancangan PKPU Pencalonan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, kiranya perlu mencermati putusan tersebut, khususnya terkait dengan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai pasangan calon peserta Pilkada 2024.
Kalimat dalam Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXII/2024: " ..., agar Komisi Pemilihan Umum mempersyaratkan bagi calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD apabila tetap mencalonkan diri sebagai kepala daerah."
Frasa "telah dilantik" ini menunjukkan bahwa posisi yang bersangkutan sudah menjadi anggota legislatif. Oleh karena itu, pertimbangan hukum putusan MK itu tampaknya perlu dimasukkan dalam draf Rancangan PKPU Pencalonan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, kemudian dikonsultasikan ke DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat.
Jika merujuk aturan main yang kini masih berlaku, caleg terpilih pada pemilu anggota DPRD provinsi dan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota yang pelantikannya sebelum penetapan pasangan calon pada tanggal 22 September 2024 wajib mundur sebagai legislator.
Terkait dengan tahapan pilkada ini termaktub dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024. Disebutkan pula bahwa pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah mulai 27 hingga 29 Agustus 2024.
Setelah vide jadwal pilkada, terutama penetapan pasangan calon, akan diketahui caleg terpilih yang wajib mundur atau tidak ketika yang bersangkutan ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pilkada 2024.
Ambil contoh hasil Pemilu Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah 2024 tercatat 120 caleg terpilih. Berdasarkan pelantikan periode sebelumnya, 3 September 2019, jadwal Rapat Paripurna Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPRD Provinsi Jateng Periode 2024—2029 tidak melebihi tanggal 3 September 2024.
Apabila ada di antara mereka yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah, wajib buat surat pernyataan pengunduran diri sebagai anggota DPRD Provinsi Jateng sejak penetapan bersangkutan sebagai pasangan calon peserta Pilkada 2024.
Beda dengan caleg terpilih pada Pemilu Anggota DPR RI dan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2024. Posisi sebagai caleg terpilih, mereka bisa ikut pilkada tanpa harus mengundurkan diri sebagai anggota DPR/DPD RI.
Calon terpilih pada Pemilu Anggota DPR RI dan Pemilu Anggota DPD RI dijadwalkan dilantik sebagai anggota legislatif pada tanggal 1 Oktober 2024, atau sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pada pesta akbar demokrasi 5 tahunan ini, kemungkinan ada di antara caleg terpilih menjadi peserta pilkada di 37 provinsi atau di 508 kabupaten/kota.
Tidak pelak lagi apabila ada pihak yang menuding mereka menjadikan pemilu anggota legislatif (pileg) sebatas batu loncatan atau ajang test the water (cek ombak) untuk mengetahui posisi lumbung-lumbung suara di daerah pemilihan (dapil), khususnya di tempat mereka memperebutkan kursi kepala daerah/wakil kepala daerah.
Agar tidak berpotensi terjadi sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi, KPU ketika menyusun draf Rancangan PKPU perlu vide pertimbangan hukum Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXII/2024.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Mappilu PWI Provinsi Jawa Tengah.
editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024