Jakarta, 29 Agustus 2006 (ANTARA) - Menteri Keuangan hari ini membuka seminar tentang Report on The Observance of Standards and Codes (ROSCs). Seminar yang diadakan oleh Tim Transparansi Fiskal - Departemen Keuangan sebagai koordinator ROSC untuk Indonesia dimaksudkan sebagai sarana sosialisasi hasil-hasil ROSC kepada berbagai pihak di Indonesia. Dalam hal ini, Fiscal ROSCs sangat penting dan berguna bagi Instansi Pemerintah, para pelaku pasar, baik domestik maupun internasional, dan juga bagi lembaga rating internasional. Reports on the Observance of Standard and Codes (ROSCs) merupakan hasil uji coba persiapan pelaksanaan penilaian observance of internationally recognized standard yang dilakukan oleh IMF berdasarkan mandat yang diprakarsai oleh komunitas keuangan internasional setelah krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada akhir dekade 90'an dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan internasional. Pendekatan ROSCs tersebut oleh IMF juga telah disetujui pada bulan September 1999 (IMF menerima mandat pada bulan Januari 1999). Hal yang sama juga dilakukan oleh Bank Dunia untuk bidang yang menjadi spesialisasinya. IMF dan Bank Dunia telah menyetujui dan mendukung standard and codes pada 11 bidang (modul) yang tertuang dalam ROSCs yang diakui secara internasional. Kesebelas modul tersebut yaitu Data, Fiscal Transparency, Monetary and Financial Policy yang kewenangannya berada dibawah mandat IMF. Sedangkan Banking Supervison, Insurance regulation, Securities Market, Insurance, Payment System, Corporate Governance, Accounting, Auditing dan Insolvency and Creditor Right di bawah kewenangan Bank Dunia. ROSCs dimasukkan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan/mencapai fiscal transparency, di mana fiscal transparency merupakan salah satu kunci dalam rangka mencapai Good Governance. Sebagaimana dimaklumi, Good Governance mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mencapai stabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Lebih dari 70 negara telah menyelesaikan laporan fiscal ROSCs dan hampir semuanya telah dipublikasikan pada website IMF. Negara-negara yang telah melaksanakan fiscal ROSCs antara lain: Philippines, Korea, India, Pakistan, Iran, Mali, Uganda, Tanzania, Russia, Ukraina, Kazakhstan, Jepang, USA, Jerman, Francis. Tindak lanjut perkembangan penerapan standards and codes di Indonesia penting untuk diperhatikan mengingat isu mengenai standards and codes dimaksud telah menjadi kesepakatan bersama negara-negara anggota G-20 dan sampai saat ini dari 20 negara anggota G-20, Indonesia termasuk negara yang paling rendah dalam hal pemenuhan fiscal transparency. Fiscal transparency sangat penting dan berguna bagi pemerintah Indonesia terutama dalam rangka menerapkan manajemen keuangan negara yang baik dan meningkatkan investasi asing di Indonesia mengingat fiscal transparency menjadi salah satu concern para investor asing sebelum melakukan investasi di suatu negara. Berdasarkan hasil laporan ROSCs Fiscal Transparency Module IMF tahun 2006, dalam beberapa tahun terakhir ini Indonesia telah mencapai kemajuan yang sangat berarti dalam upaya menciptakan pengelolaan keuangan negara yang lebih transparan dan akuntabel. Hal tersebut ditandai dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Langkah legal tersebut kemudian diikuti dengan tindakan konkret berupa penertiban rekening-rekening pemerintah, penerapan anggaran berbasis kinerja, unified budget dan perluasan akses informasi bagi masyarakat untuk mengetahui APBN dan rekening pemerintah, serta penguatan aspek kelembagaan seperti reformasi organisasi Departemen Keuangan. Namun demikian, hingga saat ini masih banyak hal-hal yang harus dilakukan dan kendala yang harus diatasi untuk mereformasi pengelolaan keuangan negara dalam rangka menyempurnakan transparansi fiskal, antara lain : (a) penertiban transaksi extra budgetary; (b) perlu lebih jelasnya kewajiban pemerintah pada BUMN, terutama di sektor energi yang menyebabkan ketidakjelasan pengelolaan keuangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah atau BUMN yang bersangkutan; (c) belum dimuatnya resiko fiskal dalam APBN secara komprehensif; (d) masih lemahnya fungsi internal auditor; (e) lambatnya penyampaian laporan keuangan daerah ke dalam Data Statistik Fiskal Nasional. Dari proses dialog dengan berbagai instansi terkait didapatkan masukan untuk mengatasi masalah tersebut yang terbagi ke dalam dua langkah strategi, yaitu : 1. Melakukan reformasi Keuangan Negara yang lebih menyeluruh melalui : (a) penguatan kapasitas teknis dalam proses formulasi kebijakan fiscal, baik di tataran eksekutif maupun legislatif; (b) meningkatkan praktek transparansi penggunaan anggaran termasuk kejelasan penggunaan dana off-budget dan juga laporan resiko fiskal (termasuk dari sektor minyak, karena adanya resiko fluktuasi harga minyak dunia) dalam penyusunan APBN; dan (c) memperkuat dan memperjelas peran lembaga pemeriksa dalam rangka menyeimbangkan peran auditor internal dan eksternal di tataran eksekutif. 2. Memperluas reformasi pada keseluruhan tata kelola pemerintahan. Strategi kedua ini memerlukan momentum yang tepat serta didukung dua elemen penting yaitu : (a) pelaksanaan transparansi di tingkat daerah dan transparansi antara pemerintah daerah dengan pusat; dan (b) pelaksanaan penyatuan semua kegiatan extra-budget ke dalam APBN. (T.UM001/B/W001/W001) 29-08-2006 13:56:13

Copyright © ANTARA 2006