Semarang (ANTARA News) - Para eksportir bunga angrek di Semarang mengeluhkan pengenaan iuran hasil hutan (IHH) terhadap produknya yang merupakan hasil budidaya. Seorang eksportir yang juga pengusaha tanaman anggrek, Joko, dari PT Eka Karya Grafora di Semarang, Senin malam, menyatakan keberatan terhadap pemberlakuan IHH karena pihaknya tidak menggunakan tanaman hutan, tetapi merupakan hasil budidaya. "Eka Karya tidak menggunakan tanaman hutan, tetapi kami dikenakan IHH yang mulai diberlakukan sejak November 2004," katanya dalam dialog interaktif bersama Menteri Pertanian dengan petani, pengusaha bunga, penyuluh, peneliti, dan stakeholder di Semarang. Ia mengatakan, ada sedikit kendala regulasi karena IHH cukup membebani eksportir bunga anggrek, khususnya bagi pengusaha yang tidak mengambil bunga dari hutan. "Eka Karya tidak mengambil anggrek dari hutan, kita produksi sendiri, sudah ada kultur jaringan sendiri. Semula memang kita impor dari Taiwan, tetapi setelah bisa budidaya sendiri kemudian melakukan ekspor," katanya. Menurut dia, PT Eka Karya Grafora telah melakukan ekspor sejak 1989 dan pada 2005 mengekspor kurang lebih 500 ribu tanaman. Menurutnya, Departeman Perdagangan telah mematok harga anggrek untuk ekspor Rp15 ribu/batang dengan pengenaan IHH Rp900. Menanggapi keluhan tersebut, Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan prihatin karena di satu sisi Deptan sedang berusaha meningkatkan ekspor, tetapi di sisi lain ada beberapa hal yang yang harus dibenahi. "Memang hal itu di luar kewenangan kami, namun demikian akan menjadi catatan untuk dibicarakan di tingkat pemerintah, karena IHH berkaitan dengan Departemen Kehutanan dan tarif berkaitan dengan Departemen Perdagangan," katanya. Menurut dia, kalau sudah dibudidayakan sendiri seharusnya tidak layak dikenakan IHH. "Yang dikenakan IHH itu kalau kita mengambil langsung dari hutan kemudian diekspor, tetapi kalau budidaya dengan kultur jaringan seharusnya tidak kena IHH," katanya. "Mengenai kesulitan yang dihadapi berkaitan dengan iuran atau tarif yang ditetepkan Departemen Perdagangan saya kira bisa dibicarakan. Kami akan mencari tahu penjelasan bagaimana sebenarnya aturannya dan kemudian disinkronkan supaya tidak merugikan pengusaha atau eksportir," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006