Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid mengemukakan pembentukan kementerian baru yang diwacanakan kabinet Prabowo-Gibran merupakan keniscayaan konstitusional.
"Perubahan nomenklatur atau pembentukan kementerian baru dengan nomenklatur tertentu dapat dilakukan setelah presiden mengucapkan sumpah/janji," kata Fahri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan perubahan atau pembentukan kementerian baru itu dapat dilakukan dengan merevisi undang-undang tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Menurut dia, konstitusi telah menentukan bahwa presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan.
"Konstitusi telah mengantisipasi untuk dilakukan perubahan urusan pemerintahan negara di masa depan," ujarnya.
Baca juga: Ahmad Doli Kurnia sebut revisi UU bisa tambah atau kurangi kementerian
Selain itu, konstitusi membuka kemungkinan presiden untuk menata serta menyesuaikan kebutuhan pembentukan lembaga kementerian yang dipandang relevan sesuai perkembangan dan dinamika kebutuhan hukum serta ketatanegaraan.
"Perubahan UU Kementerian Negara maupun kebijakan penataan kabinet presidensial di Indonesia merupakan sebuah kebutuhan ketatanegaraan," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan bahwa revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara diperlukan agar bangsa Indonesia mengikuti perkembangan zaman.
Menurutnya, UU Kementerian telah diterapkan sejak 16 tahun silam, padahal Indonesia dalam 16 tahun terakhir sudah jauh berkembang dan dunia pun sudah semakin maju.
Baca juga: Pakar: Usulan Prabowo tambah kementerian perlu kajian ilmiah
Baca juga: Pakar: Program Makan Siang dan Susu Gratis perlu kementerian khusus
Pewarta: Fauzi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024