Beijing (ANTARA) - Universitas Brawijaya bekerja sama dengan Tianjin Foreign Studies University mendirikan Rumah Budaya Indonesia di kota Tianjin yang diharapkan dapat ikut mempromosikan wisata Tanah Air.
"Dengan pendirian Rumah Budaya Indonesia, siapa saja yang mau belajar atau memperdalam atau tes bahasa Indonesia bisa di Rumah Budaya Indonesia di Tianjin Foreign Studies University termasuk juga mereka yang mau berwisata ke Indonesia dapat datang ke sana karena kami memasukan konten-konten pariwisata," kata Rektor Universitas Brawijaya (UB) Widodo saat ditemui ANTARA di Beijing, China pada Rabu.
Pembukaan Rumah Budaya Indonesia di Tianjin Foreign Studies University akan dilaksanakan pada Jumat, 10 Mei 2024. Selain acara seremonial, pembukaan Rumah Budaya Indonesia juga diisi dengan kuliah tamu dengan topik kuliner Indonesia, literatur kontemporer China-Indonesia dan "workshop" pembuatan batik motif jumput yang seluruhnya diisi oleh dosen-dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya.
"Misalnya di Jawa Timur bagian selatan itu lengkap, ada gunung ada pantai, ada hutannya. Selain itu, target lainnya adalah agar 'branding' Universitas Brawijaya semakin kuat di hati masyarakat China," tambah Widodo.
Tema Rumah Budaya Indonesia per tahunnya juga akan berganti. Pada 2024 akan mengangkat tema "Sejarah Interkoneksi Budaya Indonesia-Tiongkok" untuk menyoroti asal mula dan perkembangan kerja sama antara Indonesia dan China serta menunjukkan beberapa kesamaan terkait nilai, budaya dan sejarah yang dimiliki oleh Indonesia-China.
Cerita tersebut akan ditampilkan melalui beberapa koleks seperti artefak, pakaian dan kain, cerita serta film untuk mengilustrasikan kekayaan budaya dan interkonetivitas Indonesia dan China.
"Rumah Budaya tadi tidak hanya pusat pendidikan tapi sebagai pusat kreativitas, pengembangan kebudayaan dan berpotensi menjadi 'research center'hubungan Indonesia-China bisa berkembang, karena dari sisi akademik banyak 'Confusius center' di Indonesia, tapi secara resiprokal kita belom mengenalkan Indonesia ke China," kata Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya Hamamah.
Selain itu Hamamah mengatakan, Universitas Brawijaya sedang menjalin kerja sama dengan Peking University untuk pengembangan industri berbasis budaya yang ada dalam tahap penjajakan implementasi.
"Di Indonesia kami merasa sudah mempromosikan diri tapi begitu datang ke sini ternyata kami belum melakukan apa-apa, padahal banyak peluang terbuka kalau kita datang langsung," kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Internasionalisasi Universitas Brawijaya Andi Kurniawan.
Di Universitas Brawijaya, menurut Andi, mulai membekali mahasiswanya sebagai "global citizen".
"Kami tetap mengajarkan nilai-nilai Brawijaya sehingga mahasiswa dan alumni UB harus punya nilai itu tapi mereka harus punya kesadaran global dan tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan global, dan permasalahan global tidak akan selesai hanya dengan prespektif Indonesia saja perlu perspektif global, dan untuk mencapai hal itu ternyata budaya sudah duluan dibanding teknologi," jelas Andi.
Selain memperkenalkan bahasa Indonesia di China, Andi menyebut Universitas Brawijaya juga mendorong agar dosen-dosennya dapat melanjutkan pendidikan ke kampus-kampus di China.
"Kami mengundang perguruan tinggi di China sebagai tempat sekolah dosen-dosen kami maupun untuk melakukan 'student exchange' dan walau jumlahnya terbatas, Universitas Brawijaya menyediakan beasiswa untuk mahasiswa asing," ungkap Andi.
Rumah Budaya Indonesia pun diharapkan tidak hanya menjadi tempat pameran tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, kebudayaan, kreativitas serta simbol kerja sama antara kedua lembaga dan kedua negara.
Salah satu rencana jangka panjang adalah untuk mendirikan program pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dan lokasi Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI) di China. Semoga rencana ini dapat segera terlaksana agar bisa memperkaya pemahaman budaya Indonesia di Tiongkok, khususnya melalui bahasa.
Terkait jumlah mahasiswa China di UB, berdasarkan catatan hanya ada 2 orang mahasiswa jurusan S2 Linguistik dan 4 orang mahasiswa S1 yang menerima beasiswa Dharmasiswa yaitu pertukaran pelajar bidang budaya dimana keempatnya juga berasal dari Tianjin Foreign Study University.
Sedangkan untuk jumlah mahasiswa Indonesia yang bersekolah di China, menurut Duta Besar China untuk Indonesia di Lu Kang, adalah mencapai sekitar 15.000 orang pada pertengahan 2023.
Pendirian Rumah Budaya Indonesia juga mendapat dukungan dari komunitas diaspora China di Kota Malang yang ikut mendukung materi kebutuhan pameran.
Baca juga: Kenalkan budaya Tanah Air, Warisan Roemah Indonesia hadir di Beijing
Baca juga: Padnecwara padukan budaya Jawa dan China lewat Kusumaning Rat
Baca juga: RBI perkenalkan kuliner nusantara kepada warga Jepang
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024