Kabupaten Bogor (ANTARA) - Memasuki musim kemarau menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat yang bermukim di sekitaran Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Permukaan air sungai yang membentang sepanjang 39 kilometer itu kerap berwarna hitam dan berbusa dengan bau menyengat ketika kemarau akibat debit air sungai menipis.

Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi dan Cikeas (KP2C) Puarman mengungkapkan sejatinya pencemaran sungai yang bermuara di Sungai Bekasi itu terjadi sepanjang waktu. Hanya, dampaknya sangat dirasakan masyarakat sekitar ketika musim kemarau karena dua hal.

Pertama, sedimen limbah yang sudah ada di dasar sungai kembali terangkat. Kedua, karena debit dan tinggi muka air (TMA) yang mengecil saat kemarau menjadi sekitar 8 -- 10 sentimeter dari kondisi normal sekitar 100 sentimeter.

Dampak pencemaran lingkungan di sungai yang ada di wilayah timur Kabupaten Bogor tersebut begitu terasa ketika kemarau, sebab air limbah menjadi dominan.

Pada musim kemarau tahun 2023 yang berlangsung sejak Agustus, ribuan warga yang bermukim di sekitaran Sungai Cileungsi mengeluhkan kondisi aliran sungai yang berwarna hitam, bau, berbuih, dan menyebabkan ribuan ikan mati.

Mereka bahkan mengirimkan surat terbuka kepada Bupati Bogor saat itu Iwan Setiawan untuk melihat langsung kondisi sungai dan menyiapkan perahu karet untuk ditumpangi bupati menyusuri sungai.

Kondisi memprihatinkan tersebut mendapatkan respons dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM dengan menyurati Pemerintah Kabupaten Bogor, untuk meminta klarifikasi terkait permasalahan pencemaran Sungai Cileungsi.

Surat tersebut ditujukan kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor serta Kepala Pelayanan Divisi Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat.

Surat yang diterbitkan Oktober 2023 itu berisi undang-undang terkait dengan hak asasi masyarakat untuk menerima lingkungan yang bersih dan sehat. Surat tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham Aman Riyadi.

Kemudian, Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Bersama Pemerintah Kabupaten Bogor menindaklanjutinya dengan peninjauan ke lokasi Bersama KP2C.

Hasil peninjauan petugas ke lokasi dan berdiskusi dengan warga di sekitar sungai menyatakan bahwa kondisi Sungai Cileungsi semakin memburuk memasuki tahun 2019 ditandai dengan warnanya yang mulai hitam dan mengeluarkan bau menyengat.

Kondisi Sungai Cileungsi di Desa Bojongkulur, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. ANTARA/M Fikri Setiawan

Selain berdampak pada kesehatan berupa gangguan pernapasan, mata perih, kulit gatal, dan mual, masyarakat di sekitar Curug Parigi juga mengeluhkan rusaknya perabotan rumah tangga yang lengket oleh hawa limbah pencemaran.

Sungai yang dikenal West Djonggol Rivier pada masa kolonial Belanda itu disebutkan sudah tercemar limbah sejak tahun 2018. Saat ini, ada sebanyak 89 perusahaan yang berdiri di sekitar aliran Sungai Cileungsiz tepatnya di antara Jembatan Cukuda hingga Jembatan Wika.

Pada akhir tahun 2023, KP2C menemukan 42 titik saluran pembuangan di gorong-gorong sekitar aliran sungai yang dicurigai sebagai sumber pencemaran Sungai Cileungsi.


Penanganan terpadu

Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) membentuk posko pemantauan bersama untuk memonitor pencemaran di aliran Sungai Cileungsi.

Sejumlah instansi yang terlibat dalam tim ini yaitu perangkat daerah Pemerintah Kabupaten Bogor seperti DLH, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), serta Satpol PP.

Kemudian, instansi vertikal seperti TNI-Polri serta Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Kahuripan.

Pemantauan terpadu ini juga melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran dan kerusakan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cileungsi dan sub DAS Cikeas, yang telah dibentuk melalui SK Gubernur Nomor 614/Kep.82-DLH/2020.

Ketua Tim Penegakan Hukum Lingkungan DLH Kabupaten Bogor Dyan Heru Sutjahyo menjelaskan tim terpadu telah bekerja selama 3 bulan sejak Oktober-Desember 2023 melakukan pemantauan dan penanganan atas dugaan-dugaan pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan usaha di sekitar sungai.

Melalui tiga posko yang didirikan di Cikuda, Parung Dengdek, dan Jembatan Canadian Kota Wisata, tim terpadu rutin melakukan pemantauan dan penindakan terhadap tujuh industri yang dinyatakan melanggar.

Tujuh industri tersebut diketahui membuang limbah ke Sungai Cileungsi dengan baku mutu air limbah di luar ketentuan. Sanksinya, tim melakukan tindakan berupa penutupan saluran air limbah. Selain itu juga memberikan sanksi administratif sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Tim terpadu ini akan kembali mendirikan tiga posko pemantauan di titik berbeda dengan sebelumnya pada musim kemarau tahun ini. Karena, Dyan Heru menilai penanganan limbah industri di Sungai Cileungsi tidak cukup hanya dilakukan selama setahun tetapi harus berkesinambungan.

Penentuan tiga titik posko yang didirikan pada tahun 2024, akan ditetapkan berdasarkan hasil survei dan masukan dari masyarakat setempat serta dari hasil evaluasi tim terpadu selama melakukan pemantauan pada tahun 2023.

Selain melakukan pemantauan melalui posko, DLH Kabupaten Bogor menempatkan delapan unit kamera pengintai atau CCTV di sejumlah titik rawan terjadi aktivitas pembuangan limbah sepanjang Sungai Cileungsi, terutama di wilayah hulu.

Kamera pengintai tersebut diawasi selama 24 jam oleh operator dari DLH Kabupaten Bogor, dan jika ada aktivitas pencemaran lingkungan, operator akan membuat laporan kepada tim terpadu untuk menindaklanjutinya.

Tahun ini, DLH Kabupaten Bogor berencana menambah 10 unit kamera pengintai sehingga totalnya menjadi 18 unit untuk melakukan pengawasan aktivitas pencemaran lingkungan yang lebih optimal.

Editor: Achmad Zaenal M


Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024